Proaktif adalah sifat dasar seorang muslim yang diperlukan dalam beraktivitas sehari-hari. Pada masa ta'sis -pemancangan pondasi- harokah dakwah di negara-negara yang belum tersentuh dakwah, Kebutuhan terhadap sikap proaktif ini akan lebih besar lagi. Pada fase ini seorang dai harus berperan dalam seluruh aspek kehidupan. Ia menjadi syaikh –bapak spiritual- dalam nasihatnya, menjadi alim -guru- dalam kegiatan pengajarannya, sebagai olahragawan di arena olahraga, menjadi pengatur acara di dalam kegiatan rihlah dan sebagainya. Semua peran ini terkumpul pada dirinya dan ia terjun langsung dalam setiap aktivitas. Ini terjadi pada fase ta'sis.
Lain lagi halnya pada saat dakwah mendapatkan ujian -fase mihnah-, maka kebutuhan terhadap sifat proaktif akan semakin besar lagi, karena pada fase ini dai akan diliputi rasa kesendirian dalam segala hal. Jika ia tidak memiliki kepribadian yang kokoh maka akan binasalah dirinya, demikian juga orang -orang yang bersamanya. Hal ini bukan berarti bahwa diluar fase-fase itu kita tidak membutuhkan sifat proaktif, bahkan sikap proaktif sangat diperlukan untuk mengembangkan dan mendorong laju aktifitas dakwah. Oleh karena itu akan kita kemukakan karakteristik pribadi dai proaktif beserta mekanisme pembinaannya.
Lain lagi halnya pada saat dakwah mendapatkan ujian -fase mihnah-, maka kebutuhan terhadap sifat proaktif akan semakin besar lagi, karena pada fase ini dai akan diliputi rasa kesendirian dalam segala hal. Jika ia tidak memiliki kepribadian yang kokoh maka akan binasalah dirinya, demikian juga orang -orang yang bersamanya. Hal ini bukan berarti bahwa diluar fase-fase itu kita tidak membutuhkan sifat proaktif, bahkan sikap proaktif sangat diperlukan untuk mengembangkan dan mendorong laju aktifitas dakwah. Oleh karena itu akan kita kemukakan karakteristik pribadi dai proaktif beserta mekanisme pembinaannya.
Karakteristik Pribadi Proaktif
1. Dzaka (Cerdas)
Dzakaa -cerdas- adalah sifat pembawaan setiap manusia. Hanya saja dzaka seperti ini tidak akan memberikan manfaat yang berarti selama belum mengkristal menjadi dzaka da'awi dan dzaka haroki -kepiawaian dalam berdakwah dan berharokah -. Tanpa dzaka yang seperti ini kita akan melihat banyak gerakan, interaksi dan manuver-manuver yang dilakukan para dai pada akhirnya tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. Secara kongkrit dzaka ini dapat kita lihat lebih jelas lagi dalam manuver da’i mengumpulkan unsur-unsur kebaikan di masyarakat. Demikian juga dalam membina para pemuda yang rutin mengahadiri kajian-kajian di mesjid-masjid serta upaya mereka dalam membela Islam dari rongrongan kekuatan jahat.
2. Memiliki kapasitas pemikiran yang kokoh
Kekuatan pemikiran merupakan hasil dari akidah dan pembinaan tentang manhaj yang diambil dari Qur'an dan sunnah secara benar. Seorang dai hendaknya memenuhi kebutuhan pemikiran ini tanpa mengenal lesu dan pantang mundur. Hendaklah ia tidak memiliki anggapan bahwa aktivitasnya hanya terbatas pada kalangan orang-orang yang taat beragama saja. Dia harus mempunyai persepsi bahwa ladang dakwahnya sangat luas. Oleh karena itu memerlukan kemampuan pemikiran yang orsinil dalam pergulatan pemikiran yang akan dihadapinya. Sebagai ilustrasi, jika seseorang memiliki harta yang banyak maka dia akan mampu memenuhi segala keinginannya. Berbeda dengan orang yang tidak memiliki harta, maka dirinya akan merasa tertekan dalam setiap peristiwa yang dihadapinya, kebutuhan pokoknya akan ia penuhi dengan usaha yang penuh jerih payah.
3. Semangat Berkompetisi
Yang kita maksud disini adalah kompetisi yang terpuji yaitu dalam berbuat amal kebajikan. Kompetisi semacam ini selalu memiliki semangat kerinduan dan pelaksanaan untuk beramal, memandang yang lebih tinggi, berusaha melalui dan melaksanakannya tanpa menunggu pengarahan dan perencanaan dari orang lain, akan tetapi dengan dengan disiplin dan tidak keluar dari kaidah-kaidah umum ia selalu memiliki inisiatif. Seorang dai hendaklah memainkan peran ini dan menjauhi persaingan tercela yang membawa kepada hasud dan perselisihan diantara mereka.
4. Ruhiyah yang tinggi
Ruhiyah yang tinggi adalah bahan bakar dan motivasi untuk bergerak yang dari sanalah da’i terpacu merasakan balasan dari amalnya;melihat surga dengan segala kenikmatan dan juga neraka dengan api yang menyala-nyala. Maka tiada henti ia pun berlari menuju sumber-sumber kebajikan.
Ruhiyah yang tinggi adalah bahan bakar dan motivasi untuk bergerak yang dari sanalah da’i terpacu merasakan balasan dari amalnya;melihat surga dengan segala kenikmatan dan juga neraka dengan api yang menyala-nyala. Maka tiada henti ia pun berlari menuju sumber-sumber kebajikan.
Berlari kepada Allah tanpa bekal
kecuali taqwa dan amal kebajikan
Itulah kejernihan yang membuat sang da’i menjauh dari generlap dunia, menghidupkan malam dan menahan dahaga disiang hari. Seolah-olah ia melihat arasy rabbnya, para penghuni surga yang saling bercengkrama dan para penghuni neraka yang saling benci satu sama lain. Ketika diri dihingapi kemalasan dan nyala api iman pu meredup langkahnya maka langkah kaki pun akan terseok-seok, beban terasa sangat berat dan berada dalam kegelapan.
Itulah kejernihan yang membuat sang da’i menjauh dari generlap dunia, menghidupkan malam dan menahan dahaga disiang hari. Seolah-olah ia melihat arasy rabbnya, para penghuni surga yang saling bercengkrama dan para penghuni neraka yang saling benci satu sama lain. Ketika diri dihingapi kemalasan dan nyala api iman pu meredup langkahnya maka langkah kaki pun akan terseok-seok, beban terasa sangat berat dan berada dalam kegelapan.
5. Qudwah dalam beramal
Kesadaran da’i bahwa dirinya adalah qudwah (teladan) bagi orang lain memacu dirinya untuk secara kontinyu memberikan qudwah dalam beramal. Kemandegannya dari beramal membuat orang-orang yang berqudwah kepadanya pun ikut mandeg. Alih-alih mengikutinya berbuat kebajikan sehingga ia mendapatkan pahalanya, orang-orang itu malah mengikutinya diam berpangku tangan. Kondisi seperti ini alangkah sangat berbahaya. Sebagai konsekwensi logis qudwah ini adalah adanya sifat rabbaniyyah seperti yang difirmankan Allah SWT:
“Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani.”(Q.S 3:79)
Dan hal tersebut tidak akan terealisasi kecuali dengan interaksi dan keterlibatan dengan dakwah yang diyakininya.
Inilah sebagian keistimewaan yang saya lihat dari karakteristik orang-orang proaktif, seperti sebuah batang yang memiliki ranting yang banyak.
Inilah sebagian keistimewaan yang saya lihat dari karakteristik orang-orang proaktif, seperti sebuah batang yang memiliki ranting yang banyak.
0 komentar:
Posting Komentar