Mengenang Para Pejuang

Wawancara Spesial dengan istri As Syahid dr. Abdul Aziz Ar Rantisi

Ada kesabaran dan keteguhan menakjubkan dibalik tutur katanya. Nada bicaranya menunjukkan kekokohan dan ketegaran jiwa, kata-katanya menyiratkan kehalusan batin. Lebih penting dari itu, ketawadhuannya begitu kentara dari cara ia bicara, berdialog dan menjawab pertanyaan. Ketika kami katakan kepadanya:"Dibelakang lelaki agung pasti ada wanita mulia." Ia segera menyanggahnya,"Tidak, demi Allah, jika wanita itu ada dibalik kesuksesan dr. Rantisi hingga ia meraih syahadah maka tak lain dialah ibunya-Allahuyarhamuha- yang telah membesarkan dan mendidiknya dengan sebaik-baik pendidikan. Beliaulah yang menanam makna kemuliaan dan ketinggian harga diri di jiwanya." Dari sinilah kami memulai mewawancarai Nyonya Rosya (Ummu Muhammad) istri dari As Syahid dr. Abdul Aziz Ar Rantisi.

Bisa diceritakan, bagaimana awal mula perkenalan anda dengan As Syahid?

Waktu itu saya lulus SMU dan belum bersinggungan dengan Harakah Islamiyah, meski saya tergolong gadis yang cukup istiqamah, dalam artian saya belum pernah berpacaran layaknya muda-mudi lainnya. Saya sebenarnya berobsesi untuk meneruskan studi ke perguruan tinggi, tapi ayah tidak mengizinkan karena meneruskan keperguruaan tinggi berarti saya harus pergi ke Mesir. Ketika Abu Muhammad (Dr. Rantisi) datang melamar, saya lihat beliau memiliki kriteria-kriteria pria yang diidamkan oleh semua gadis. Dan saya saksikan sendiri, belum pernah semasa hidup kami, beliau menyakiti saya baik dengan perkataan atau tingkah laku, meski beliau terus berinteraksi dengan banyak orang.

Bagaimana dengan tribulasi cobaan yang dihadapi As Syahid?

Secara mental saya cukup siap ketika beliau beberapa kali dipenjara, baik di masa intifadhah kesatu atau intifadhah kedua. Tentu saja pada awalnya memang saya rasakan berat, tapi yang kemudian menjadikan saya tsabat adalah ketsiqahan saya bahwa Allah-lah yang telah mentakdirkannya demikian dan Dialah yang menjamin keberlangsungan hidup kami baik dengan keberadaannya ditengah-tengah kami atau pun tidak. Adapun ketika usaha pembunuhan setahun yang lalu, ketika itu saya sedang berada di kantor, dibagian kerja perempuan, ketika semua pekerjaan tuntas saya segera meminta izin untuk pulang ke rumah karena saya yakin sangat sulit untuk bisa menerobos masuk rumah sakit Asy Syifa (tempat dirawat dr.Ar Rantisi) yang telah dipadati banyak orang. Ingin saya utarakan disini bahwa jalan yang ditempuh As Syahid sepanjang hayatnya, tidak kurang dari tiga puluh tahun, adalah berjihad, hanya semata-mata mengharap ridha Allah. Dan itu adalah jalan yang benar dan inilah satu-satunya jalan yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang tiada tandingnya. Ini memang bukan jalan yang dihiasi dengan bunga-bunga indah menawan bahkan sebaliknya penuh dengan berbagai rintangan dan menuntut pengorbanan, namun cita-cita dan tujuan yang di idamkan membuat manusia mudah untuk melewati semua kepahitan itu. Dan ini adalah sunnatullah dalam berdakwah dari sejak zaman nabi Adam hingga kita sekarang ini.

Bagaimana dr. Rantisi mendidik anak-anaknya?

Beliau tidak terus-menerus larut dalam kesibukannya yang super padat itu. Kadang-kadang kalau rumah lagi penuh dengan para wartawan, dalam kondisi seperti itu, ketika ia hendak mengambil sesuatu dari kamar dan melihat anak-anak atau ibu mertua atau salah seorang putrinya, spontan ia menebar senyumnya lalu menanyakan keadaan mereka.. Perhatiaannya terhadap hal-hal sepele disekitarnya punya saham besar dalam membentuk kepribadian saya agar juga peka dan peduli terhadap orang-orang disekitar. Beliau juga sangat gemar bersilaturahmi meski hanya dengan menelpon, disamping juga sangat menyayangi anak-anak terutama cucu-cucunya yang sudah berjumlah 14 orang. Seperti Ahmad (21 tahun) yang juga cedera bersamanya dalam usaha pembunuhannya satu tahun yang lalu sangat dia cintai. Anak kami ini pun bertekad untuk mengikuti jejak ayahnya. Ketika ada waktu luang dia sering menggunakannya untuk bermain bersama kawan akrabnya Altons di rumah dan mengajak pemuda-pemuda lain untuk bergabung bersamanya agar mereka juga merasakan ketawadhuan dan percaya diri yang besar.

Bagaimana sikap As Syahid ketika menerima berita kesyahidan Syekh Yasin?

Beliau sangat terpukul mendengar berita tersebut, bagaimana tidak, syekh Yasin adalah Pemimpin dan sahabat akrabnya. Kesedihannya terlihat jelas beberapa hari ketika acara belasungkawa digelar. Saya lihat sendiri diacara tersebut ketika menyebut Syekh beliau menangis dan terlihat sangat berat menerima amanah itu (menggantikan posisinya). Meski semua itu tak menjadikannya mundur dan berbelok untuk meneruskan dan menempuh jalan yang telah diretas dengan saudara-saudaranya.

Apakah dr. Rantisi memperkirakan pembunuhan Syekh Ahmad Yasin?

Saya ingat satu kalimat yang diucapkannya di acara belasungkawa, ia tidak memperkirakan Sharon akan melakukan hal sebodoh itu, namun siapa saja orangnya termasuk Syekh Ahmad Yasin jika tidak dibunuh pun tetap akan meninggal. Tidak meninggal karena sabetan pedang mungkin meninggal dengan cara yang lain. Sarananya bisa berbeda-beda tapi kematian tetap saja kematian. Satu kalimat yang ia katakan di acara belasungkawa itu yang juga saya tidak bisa melupakannya,"Kau pikulkan beban yang sangat berat setelah kepergiaanmu, wahai Syekh"

Apa yang diwasiatkan beliau kepada anda sebelum kepergiannya?

Sepanjang hayatnya –selama tiga puluh tahun-ia habiskan untuk berjihad, merealisasikan manhaj Allah dalam semua sisi kehidupannya; dalam bermuamalah, berakhlak, berjihad, beribadah, bersosial, berpolitik, berinteraksi dengan yang lain. Ini adalah wasiat paling besar dan di jalan inilah kami akan terus melaju.

Apa yang anda rasakan ketika menerima berita syahidnya dr. Rantisi?

Seperti lazimnya perasaan setiap istri kehilangan suami. Akan tetapi saya tidak kehilangan kendali diri, saya tidak kehilangan iman dan ketsiqahan saya kepada Allah. Ini adalah karunia dari-Nya. Setelah beberapa menit dari kepergiannya dari rumah, saya mendengar ledakan bom, dalam hati saya mengatakn suami pasti yang kena sasarannya. Untuk mendapat kepastian segera saya mendengarkan radio Shautul Aqsa, waktu itu sedang adzan Isya, dan selepas adzan langsung diberitakan pengeboman mobil As Syahid serta syahidnya pengawal beliau saat itu juga. Adapun suami sendiri sedang mendapat perawatan darurat, saya tak henti-henti bertahmid kepada Allah, lalu mengambil wudhu dan melaksanakan shalat isya serta berdo'a agar Allah memberikan ketsabatan kepadaku dan kepada anak-anak kami, karena dialah yang menjanjikan kepada hambanya, jika mereka berdo'a pasti akan dikabulkan-Nya.

Apakah As Syahid pernah mengungkapkan perasaannya telah dekat kepada kesyahidannya?

Beliau belum pernah mengungkapkannya kepada kami. Tapi setiap detik, setiap jam, setiap hari beliau memang sudah bersiap-siap untuk itu. Ini tentu saja karena beliau beruswah kepada Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang mulia, demikian juga dengan amal-amal utama lainnya seperti takwa, ikhlas dan memanfaatkan waktu seefektif mungkin. Ia berusaha mempraktekkan Islam secara paripurna dan menunaikan semua hak-haknya.

Semua syuhada memiliki karamah, kira-kira apa karamah As Syahid?

Darah yang terus mengalir hingga dua puluh empat jam dari kesyahidannya. Wangi kesturi semerbak dari seluruh anggota tubuhnya. Ketegaran dan keteguhan batin yang saya dan anak-anak saya rasakan dan senyum manis yang terpancar dari gigi serinya, saya rasa itu adalah merupakan karamah beliau.

Bagaimana As Syahid memerankan multi perannya sebagai bapak, suami, kakek dan mujahid?

As Syahid adalah sosok pribadi Islam yang paripurna yang tercermin dalam firman-Nya," Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56) Beliau selalu berupaya mencontoh rasulullah saw. dalam berprilaku, bersosial, hidup berkeluarga dan dalam berjihad dan semua ini beliau anggap sebagai ibadah; bebuat baik kepada ibunya, dalam bergaul dengan istri, saudara-saudarinya, memuliakan putri-putrinya, bermain dengan cucu-cucunya dan sikap tegas dan kerasnya terhadap orang-orang kafir serta musuh-musuhnya dan dalam ketawadhuannya dengan siapa saja yang berinterasksi dengannya.

Kejadian apakah yang Ummu Muhammad sendiri tidak bisa melupakannya?

Semua lembaran hidup As Syahid adalah kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Tapi ada satu kasus yang tak akan pernah saya lupakan selamanya…ini saya hadiahkan untuk anda para suami. Pernah suatu ketika saya menata dean membersihkan rumah, secara tak disengaja saya menyenggol kaca televisi hingga layarnya pecah dan sama sekali rusak. Saya panik, bingung. Dan terutama setelah suami (ada di rumah) dibebaskan dari penjara, sementara kondisi ekonomi kami tidak memungkinkan untuk membeli televisi baru. Tapi ketika Abu Muhammad mendatangiku dia menanyakan apa yang menyebabkan aku tampak bingung, sambil tersenyum beliau pun menghiburku:"semua perkara pasti ada batas waktunya…qaddarallah maa syaa'a fa'al (jika Allah telah mentakdirkan pasti akan terkjadi).

Apa yang dokter lakukan bersama anda sebelum kesyahidannya? Dan apa kalimat terakhir yang beliau katakan? Dan bagaimana kondisi jiwanya ketika itu?

Akhir hayatnya sama sekali tidak berbeda dengan kehidupan sehari-harinya. Beliau selalu menunaikan hak-hak yang harus ia tunaikan bagaimanpun sibuknya. Kami selalu membicarakan masalah-masalah keluarga bersama-sama. Dalam kepulangannya yang sebentar itu, tema pokok yang kami bicarakan adalah tentang pernikahan anak kami, Ahmad yang juga cedera ketika usaha pembunuhannya yang pertama, mulai dari pemilihan resepsi hingga penyiapan tempat dan lain sebagainya. Beliau sangat gembira sekali dan kondisi spiritualnya, sebagaimana juga biasanya, sangat prima. Kalimat terakhir yang ia katakan kepada kami…"Semoga Engkau masukan kami ke Surga-Mu ya Allah, inilah puncak harapanku"

Apa cita-cita tertinggi As Syahid?

Cita-cita tertingginya adalah agar Allah mengkaruniainya kesayahidan. Tidak lebih dari itu.

Bagaimana kondisi hidup beliau sepeninggal Syekh Ahmad Yasin?

Saya kira tak ada yang berubah dalam pola hidupnya. Beliau sudah mengetahui bahwa dirinya menjadi incaran (Israel) sebelum kesyahidan Syekh Ahmad Yasin. Dan inilah jalan terakhir yang ia tempuh, yaitu istisyhad (mencari syahid) dan berjihad.

Apa pesan anda kepada wanita-wanita Palestina yang menunggu giliran ditinggal syahid oleh suami, bapak dan anak mereka ?

Saudari tercinta, peran seorang wanita tidak saja bermula dari sekarang. Akan tetapi peran kalian sejalan dengan peran kaum lelaki, Rasulullah saw. bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya…seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya…"…saya telah persembahkan kepada anda sekalin prototipe yang sangat memukau dalam setiap sisi kehidupan, sekarang giliran anda sekalin setelah suami dan anak anda syahid maka giliran andalah menyempurnakan peran anda (berjihad) dalam kehidupan anda sekalian. Semoga Alah memberikan keteguhan hati, mengayomi dan memberikan taufik kepada saudari, semoga Ia mengarahkan jalan yang saudari tempuh dan menyatukan saudari bersama orang-orang yang saudari kasihi di surganya kelak.

Mungkin ada pesan yang ingin anda sampaikan kepada para pejabat pemerintah dan rakyat Palestina serta rakyat Arab secara keseluruhan?

"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya." (QS. 2:281)…Adapun kepada seluruh rakyat Palestina ingin saya katakan: "Kembalilah kepada sumber ketinggian harga diri dan kemuliaan kalian…kembalilah kepangkuan Islam dan jadikanlah Kitab Allah (Al Quran) sebagai manhaj (hidup dan juang) kalian."

( diterjemahkan dari Koran Afaq Arabia, edisi 657 hari kamis 23 Rabi'ul Awwal 1425-13 Mei 2004 oleh Heri Efendi)

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger