Berikut, beberapa sifat yang sejatinya mengkarakter dalam diri seorang aktivis Islam seperti yang pditulis oleh syekh Jasim Muhalhil dalam bukunya Dzatiyatul Mukmin.
I. PEMBELAJAR YANG BERORIENTASI PADA AFLIKASI BUKAN PENGUMPUL INFORMASI/MATERI
Sangat berbeda sekali antara talaqi littanfidz -orientasi belajar aplikatif- dengan talaqi lil ma'rifah -orientasi belajar informatif-. Pada istilah pertama orang mempelajari sesuatu bukan untuk pengetahuan semata akan tetapi pengetahuan ini hanya sebagai batu loncatan untuk beramal. Adapun istilah kedua, tujuan multaqi -pembelajar- adalah hanya mendapatkan pengetahuan. Maka ketika ilmunya telah bertambah, cukup sampai disitu tujuan belajarnya telah tercapai.
Pengetahuan tentang akidah adalah pengetahuan aplikatif. tabiat akidah mengharuskan adanya korelasi antara makrifah -pengetahuan- dengan praktek. Adalah sebuah kemustahilan membicarakan masalah akidah tanpa diiringi pengetahuan tentangnya. Begitu juga sebaliknya, tatkala kita mempelajari akidah maka kita pun harus berusaha untuk mengamalkannya.
TABIAT AKIDAH
a. Akidah memberikan kita gambaran yang menyeluruh tentang alam semesta, dan hakikat-hakikat besar dari alam ini, serta hubungan antara satu dengan lainnya.
Ketika kita menerima tashawur yang utuh, menyeluruh, sempurna dan seimbang maka kita pun akan mampu beradaptasi dengan diri dan realitas kehidupan yang ada. Tashawur ini memberikan kita petunjuk, misalnya : bahwa setelah kehidupan ini ada kehidupan lain yang kekal yaitu kehidupan akhirat. Disanalah akan dibalas segala amal perbuatan manusia selama di dunia . Negeri akhirat ini adalah negeri tempat dihisab segala amal manusia bukan tempat beramal, sebagaimana alam dunia tempat kita hidup sekarang ini adalah negeri tempat kita beramal bukan tempat dihisab. Tashawur ini memberikan petunjuk tentang peran dan tugas kita di dalam kehidupan sekarang, serta kehidupan tempat kita kembali –apakah neraka yang menyala-nyala atau surga yang penuh kenikmatan-. Tashowur ini juga memberikan kita petunjuk tetang alam apakah yang mengitari kita? dan kekuatan apakah yang tampak dan tersembunyi darinya ? hukum apakah yang berlaku padanya ? dan bagaimanakah kita berinteraksi dengannya ? Sebagaimana tashawur ini telah mengungkapkan kepada kita sebagian hakikat dari alam ghaib dan alam lain yang ada di langit maupun di bumi berikut sifat dan peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya; tentang para malaikat, jin, syetan, dan pertarungan yang telah terjadi serta lain sebagainya. Semua ini telah diceritakan oleh Al Quran dengan sangat gamblang ketika berbicara tentang akidah. Ketika kita menerima tashawur ini, hati kita pun bergetar, perasaan kita hanyut, dan seluruh organ kita tersugesti olehnya, kemudian pengaruh tashawur ini pun terbentang dalam kehidupan nyata.
b. Akidah menciptakan motivasi dan meletakan norma bagi gerak-gerik serta aktivitas manusia dalam kehidupan.
Akidah meyakinkan bahwa setiap gerak-gerik dan perbuatan manusia itu akan mendatangkan hasil bagi dirinya. Sebagian hasil itu akan ia peroleh di dunia dan sebagian besarnya nanti di akhirat. Norma dan motivasi ini akan sangat berpengaruh dan tertanam kuat dalam jiwa manusia, mengingat bahwa keduanya memiliki kendali yang besar dan hubungan erat dengan kehidupan manusia.
c. Akidah adalah kunci pembuka jiwa
Akidah mampu memberdayakan potensi-potensi manusia yang terpendam, memadukan kemampuan yang berserakan, menyatukan potensi yang saling bertentangan, mendorong semua potensi ini dalam satu pandangan dan dalam kaidah-kaidah baku.
Para sahabat telah menerima agama ini sebagaimana mestinya. Seseorang diantara mereka tidak pernah mengambil lebih dari sepuluh ayat hingga mereka mengahapal, memahami dan mengamalkannya, karena mereka merasa berat dengan penambahan tersebut.
Pengaruh manhaj tarbiyah yang unik ini, telah meninggalkan fenomena-fenomena yang menakjubkan dalam torehan sejarah. Sejarah tidak akan menyaksikan kegesitan dan kesiapan mereka dalam melaksanakan dan merespon perintah atau larangan sepanjang masa.
Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Anas Ibn Malik ia berkata : “Ketika aku sedang mengantar gelas minuman kepada Abu Thalhah, Abu Ubaidah Ibn Jarrah, Abu Dujaanah, Mu'adz Ibn Jabal dan Suhail Ibn Baidla hingga kepala mereka miring-miring karena mabuk, tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak : ‘Ketahuilah bahwa arak telah diharamkan ‘. Anas berkata : ‘Tak seorang pun diantara kami masuk atau keluar rumahnya kecuali telah menumpahkan arak dan memecahkan periuk-periuk yang berisi arak, kemudian sebagian kami segera berwudlu dan sebagian lainnya mandi. Lalu Dalam kondisi yang segar kami pun pergi ke masjid."
Dalam riwayat Buraidah, ia berkata : "Aku mendatangi saudara-saudaraku, kemudian kubacakan kepada mereka (ayat tentang pengharaman arak) ketika itu sebagian orang sedang meneguk dengan tangannya, mereka minum sebagian arak itu dan menyisakan sebagian lainnya dalam bejana, seketika itu juga mereka tumpahkan arak yang sedang diteguknya dan memuntahkan arak yang telah masuk tenggorokan. Kemudian mereka berkata : "Ya Tuhan kami, kami berhenti (tak akan kami ulangi lagi), kami berhenti."
Demikianlah kisah khamr ini berakhir di Madinah. Dengan beberapa ayat saja yang Rasul bacakan kepada para sahabat, kebiasaan meminum arak ini hilang seketika. Padahal berapa banyak pemerintah sekarang ini -seperti Amerika- mengeluarkan bermilyar-milyar dolar untuk mempropagandakan dan melarang minum minuman keras. Berbagai media informasi seperti koran, majalah-majalah, seminar-seminar, film, radio dan televisi mereka gunakan untuk mempropagandakan pelarangan ini. Mereka kerahkan seluruh sarana; undang-undang dan denda-denda yang berat, akan tetapi semua itu tidak menjadikan masyarakat Amerika jera, malah semakin candu terhadap minuman keras. Jika tak mendapakan minuman keras ini, mereka konsumsi narkotika sebagai penggantinya, sehingga pemerintah Amerika terpaksa mencabut kembali pelarangan ini dan kembali memperbolehkannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, ketika disebutkan tentang wanita-wanita Quraisy dan keutamaan-keutamaan mereka, Ummul Mukminin Aisyah ra berkata :”Wanita Quraisy memiliki kelebihan, tapi demi Allah saya melihat tidak ada yang lebih utama dari wanita-wanita Anshar, pembenaran mereka terhadap Kitabullah dan keimanan mereka terhadap ayat-ayat yang diturunkan sungguh tak ada bandingnya. Ketika turun ayat, " Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya" (Q.S An-Nur : 31)
Para Sahabat membacakan firman Allah tersebut kepada istri, anak perempuan, saudara, dan sepupu-sepupu perempuan mereka. Tak seorang pun diantara perempuan-perempuan itu kecuali mereka bergegas mengambil kain yang tergantung dan memakainya. Saya merasa kagum dengan pembenaran dan iman mereka terhadap firman Allah SWT. Setelah itu tampak dibelakang Rasulullah Saw. sekelompok perempuan yang seakan-akan dikepala mereka burung gagak (karena memakai jilbab).
{ Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam tafsirnya seperti disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir (3/284). Dalam sanadnya ada yang bernama Az-zanji Ibn Kholid nama aslinya Muslim sedangkan dia itu lemah sebagaimana dikatakan Al-Hafidz Ibn Hajar dalam ‘Fathul Baari’ (4/252)}
Dan satu ayat yang lain (yang berkaitan dengan jilbab), kebiasaan pamer aurat itu tidak tampak lagi di kota Madinah. Masyarakatnya hidup dalam nuansa keimanan dan ketakwaan yang kental, dimana nilai-nilai moral dijunjung tinggi.
Dalam tafsirnya Ibnu Katsir meriwatkan sebuah hadits dari Imarah Ibn Aus, Ia berkata : “Ketika Kami sedang ruku dalam shalat, menghadap ke Baitul maqdis tiba-tiba dari dekat pintu seseorang berteriak: ‘Sungguh kiblat telah dipindahkan ke ka’bah.’ Imarah berkata,: ‘Kami saksikan Imam shalat merubah arah kiblatnya, demikian juga para sahabat dan anak-anak, padahal ketika itu mereka sedang ruku’ kearah ka'bah.’
{ Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dalam tafsirnya dan dalam "tafsir Ibnu Katsir" (1/193)}
Ini adalah contoh kecil dari generasi pertama dalam berinteraksi dengan Al Quran dan sikap mereka dari perintah-perintah serta larangan-larangan agama. Meski hanya sebatas contoh kecil namun cukup menunjukkan secara jelas bagaimana interaksi dan talaqqi mereka dengan ajaran Islam. Karena firman Allah yang ditujukan kepada mereka adalah sebagai penentu dan hukum Allah yang mereka gunakan adalah keadilan, diatas realitas inilah masyarakat Madinah berdiri, dan dengan inilah dakwah mulai dirintis.
II. BARA YANG BERKOBAR DI DALAM DADA
Inilah bara kebenaran dan nyala api iman yang menjadi inspirator hati seorang dai yang membuatnya gelisah. Ia lihat bendera-bendera kekufuran kian meninggi sementara panji-panji iman semakin meredup. Kerusakan semakin merajalela dan pelampiasan hawa nafsu kian menjadi-jadi.
Kita menginginkan para dai yang mengarahkan seluruh hidupnya untuk Islam. Mencurahkan segala kemampuan dan potensi mereka untuk mengokohkan kekuasaan dan meninggikan bangunannya.
Kita menginginkan terbangunnya jiwa-jiwa yang hidup, kuat dan enerjik. Hati-hati yang segar dan memiliki semangat yang berkobar, jiwa-jiwa optimis yang merindukan terwujudnya nilai-nilai dan tujuan yang lurus serta mau bekerja keras dalam upaya menuju kesana. Mesti ada penentuan target dan pengendalian emosi dan perasaan serta pemusatan perhatian hingga melahirkan akidah yang kokoh, bersih dari keraguan. Tanpa pemusatan perhatian dan pembatasan sasaran, nasib kebangkitan umat hanya akan seperti lilin kecil ditengah gulita sahara. Nyalanya akan terasa redup, lemah dan tidak bertenaga. { Dakwah Kami di Era Baru, Risalah Pergerakan, Imam Hasan Al Bana}
Orang yang hatinya tidak terusik dan jiwanya tidak tergerak melihat realitas Islam saat ini, dimana kemuliaannya telah dicampakkan dan kegemilangan masa lalu telah terhapus, atau orang-orang yang hidup di tengah-tengah umat, menyaksikan mereka tenggelam dalam kebodohan dan kesesatan, terkungkung syahwat dan hawa nafsu, terpedaya oleh syetan, kemudian dirinya tidak bergeming sedikitpun bagaimana mungkin orang seperti ini bias disebut sebagai seorang dai ? atau masuk dalam kategori para mujahid ?
Alangkah indahnya Imam Syahid Hasan Al-bana dalam mensifati prototipe mujahid yang kita idamkan:
"Dapat saya gambarkan bahwa seorang mujahid itu adalah orang yang telah melakukan persiapkan sedemikian rupa, memiliki fikrah tentang sudut pandang diri serta ruang lingkup hatinya. Dia selalu berpikir dan memiliki perhatian yang besar untuk bersiap siaga. Jika diseru mereka menyambut, apabila diajak mereka menjawab. Hari-hari, perkataan, keseriusan dan leluconnya tidak memalingkan mereka untuk mempersiapkan dirinya. Tidak ada yang meliputi diri selain misi yang disanalah ia curahkan hidup dan kehendaknya. Berjihad di jalan-Nya. Semua itu dapat anda baca dari raut mukanya, bisa anda lihat dari tatapan matanya, bisa anda dengar dari tutur katanya, sesuatu yang menunjukkan kepada apa yang sedang bergemuruh dalam hatinya;berupa nuansa jiwa yang melekat dan kepedihan yang tersembunyi. Disana pula akan anda dapatkan tekad yang benar, semangat tinggi serta visi yang jauh kedepan.
Adapun mujahid yang memperbanyak tidur, makan dan tertawa, menghabiskan waktunya dengan canda gurau dan hura-hura, jangan harap terkatagori di antara para pemenang dan barisan para mujahid." { Dalam Dakwah hal. 60, Hasan Al Bana}
Sesungguhnya hati adalah pusat interaksi dan sumber emosi. Ketika fikroh Islam telah mapan di dalam diri, dan ketika fikroh ini mengisi relung-relung jiwa, maka perasaan dan emosinya akan menghiasi diri dengan bara yang berkobar-kobar dan kekuatan yang mengbangkitkan, mendorong untuk beramal seolah-olah sebuah tuntutan mendesak yang tak bisa ditawar-tawar.
Ketika seorang dai telah mencapai tingkatan ini, hendaklah ia berhias diri dengan sifat-sifat mujahid. Tiga hakikat di bawah ini harus benar-benar terpatri dalam diri seorang mujahid :
a. Bahwa ilmu, agama, akidah dan prisip-prinsip yang ia yakini adalah kebenaran dan selain dari itu adalah kebatilan.
Risalah Islam adalah sebaik-baik risalah. Manhaj Islam adalah manhaj yang paling utama dan syariatnya adalah aturan paling sempurna yang dapat mewujudkan kebahagiaan manusia seluruhnya. Bermodal keimaanan yang kokoh, Seorang mujahid percaya terhadap semua realita ini, membenarkannya dengan keyakinan yang tidak akan goyah. Ia akan selalu mengingat firman Allah SWT :
"Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu, sesungguhnya kamu berada diatas jalan yang benar. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah sebuah kemulian besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban." (QS. 43:43-44)
"Sebab itu bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada diatas kebenaran yang nyata." (QS.27:79)
b. Selama ia berada dalam kebenaran dan membawa penerang, di kala orang lain jatuh ke dalam kegelapan dan ia bersama petunjuk dari langit, maka selama itulah ia menjadi Ustadz bagi mereka.
Keberadaannya bagi mereka adalah sebagai guru bagi murid-muridnya, menyayangi, mengarahkan dan membimbingnya ke jalan yang benar, meminpin mereka kepada kebajikan dan menunjukkannya ke jalan yang lurus.
" Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlu kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriamn, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." (QS.3:110)
" Dan demikian (pula ) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rosul menjadi saksi atas (perbuatan kamu." (QS.2:143)
c. Selama dia beriman kepada kebenaran, berpegang teguh, bangga dan menjadi penolongnya, maka Allah akan tetap bersama, memuliakan, mengarahkan, menolong, mengokohkannya, apabila manusia meninggalkannya. Allah selalu menyertainya dimanapun ia berada. Akan diturunkan balatentara langit kepadanya jika balatentara bumi tidak bangkit membela. Semua hakikat ini dapat kita baca dalam firman Allah SWT :
"Sesungguhnya bumi ini kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa." (QS .7:128)
" Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa." (QS.22:40)
"Allah telah menetapkan: "Aku dan Rasul-Rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah maha kuat lagi maha perkasa." (QS.58:21)
Dengan tiga hal inilah; beriman kepada keagungan risalah Allah, rasa bangga dan berpegang erat kepada risalah diiringi harapan dan keyakinan pada ta'yid -peneguhan- Allah terhadap risalah-Nya, seorang dai telah berhias diri dengan perhiasan yang paling indah. Di dalam hatinya menyala-nyala bara iman dan kebenaran.
III. NIMAT DALAM BERAMAL, BERKORBAN DAN BERKONTRIBUSI
Seorang dai merasa senang dan bergembira jika dakwahnya meraih kesuksesan atau dirinya dapat mewujudkan sebuah kebaikan dan dapat menunaikan kewajiban. Dia sangat berbahagia jika dapat memberikan waktu terbaik dari umurnya untuk dakwah; keluar dari majlis-majlis ilmu, nasihat dan pengarahan untuk membaur dengan para penghasut, membantah kejahilan mereka dan menasihatinya. Menjumpai orang-orang fasik yang terkungkung hawa nafsu dan syahwat, mengingatkan, menasihati, memberi kabar gembira dan mengancam mereka dengan neraka. Semua itu ia lakukan sendiri(tanpa menunggu orang lain). Ia datangi sahabat dan saudara-saudaranya dengan membawa buku, duduk sejenak bersama mereka untuk mentadabburi Al Quran dan tibalah gilirannya untuk menyampaikan nasihat-nasihat yang menyentuh hati. Demikianlah tak satu pun hari terlewatkan kecuali ia telah melakukan banyak amal padanya; menghadiri tempat pertemuan, mencurahkan segala isi hati kepada orang-orang yang berada disekelilingnya, menuangkan nilai-nilai kebaikan yang memenuhi relung jiwanya kepada mereka.
Rahasia kenikmatan yang dirasakan dai ini adalah berkat keterikatan dirinya dengan dakwah dan keterikatan dakwah dengannya. Dakwah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Tanpa kehadiran dakwah hidup tidak akan memberikan kesenangan yang berarti baginya, karena dakwah adalah terminal harapan dan penghapus rasa sedih. Dakwah merupakan aktifitas dan kebutuhan pokok yang menyibukannya. Dakwahlah tempat ia tumpahkan seluruh jiwa di jalan Allah, dan mempersembahkan hidup kepada-Nya.
Adalah Nabi Muhammad Saw. merasa bersedih hati atas penolakan orang-orang musyrik terhadap dakwah, sehingga Allah SWT mengingatkan beliau dan mencegahnya agar tidak tenggelam dalam kesedihan.
"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati karena mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini(Al Quran)." (QS.18:6)
Apakah engkau akan membunuh dirimu karena bersedih hati dan merasa bersalah jika mereka tidak beriman kepada Al Quran? tidak pantas bagimu untuk bersedih dan menyesali perbuatan mereka. Rasulullah Saw. Sering memperbanyak dialog dan perdebatan dengan orang-orang musyrik karena beliau sangat mengharapkan mereka mau beriman. Bahkan beliau Saw. menjelajahi padang pasir yang tandus mendaki perbukitan, menuruni lembah karena beliau menginginkan orang-orang itu beriman. Seperti halnya beliau pernah melakukan perjalanan ke Thaif sampai ke Tsaqif.
Allah telah menegur Rasul-Nya Saw. ketika beliau berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan terbuai dengan para pemuka Quraisy karena menginginkan mereka beriman.
Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra tentang firman Allah SWT :
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya." (QS 80:1-2)
Ibnu Abbas berkata : “Tatkala Rasulullah Saw berdialog dengan Utbah Ibn Rabi'ah, Abu Jahal Ibn Hisyam dan Abbas Ibn Abdul Muthallib, Beliau Saw. sangat antusias memperhatikan mereka dan berharap mereka akan beriman, tiba-tiba datanglah seorang yang tuna netra yang terkenal dengan sebutan Abdullah Ibn Ummi Maktum, Ia mendekati Rasulullah Saw tatkala beliau sedang antusias berdialog dengan para pembesar Quraisy tadi, Abdullah Ibn Ummi Maktum memohon Rasulullah Saw. untuk membacakan kepadanya satu ayat dari Al Quran, seraya berkata: " Wahai Rasulullah, ajarilah aku dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu, Maka Rasul pun berpaling darinya sambil bermuka masam, beliau tidak merespon perkataan Ummi Maktum, lantas menghadap kepada yang lainnya.
{ Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsirnya (30/51) dan tafsir Ibnu Abi Hatim sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsir (4/ 470-471) dari Thariq Al Aufi Dari Ibnu Abbas. Berkata Ibnu Katsir:“Ada pembicaraan tentang gharib dan munkar pada sanadnya. Dan Al Aufi adalah rawi yang lemah ia adalah Mudallis.}
0 komentar:
Posting Komentar