Kurban dan Pemberdayaan Potensi-potensi Umat
Heri Efendi, Lc
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah, yang telah mengumpulkan dan mempertemukan wajah-wajah yang penuh cahaya dan jiwa-jiwa yang selalu mengharapkan ridha dan maghfirahnya untuk selalu bertaqorrub, tunduk dan taat kepada-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya, dan juga para pengikutnya hingga akhir jaman.
Allahuakbar3x walillahilhamdu..
Ma’asyiralmuslimin jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah..
Kebahagiaan dan kenikmatan istimewa kita pada hari ini adalah karunia Allah yang mempertemukan kita ditempat yang mulia ini di hari yang penuh kebahagiaan hari raya Iedul Adha. Ied berarti hadirnya kembali kebahagiaan-kebahagiaan yang Allah peruntukkan bagi hamba-hamba-Nya. Kebahagiaan yang Allah persiapkan bukan bagi orang-orang tertentu saja, tapi bagi seluruh umat Nabi Muhammad SAW dimanapun mereka berada. Miskin ataupun kaya, pejabat ataupun rakyat semaunya pantas untuk berbahagia, semuanya layak untuk bergembira. Apalagi dihari ini dan ditiga hari tasyrik mendatang, Allah syariatkan hamba-hambanya untuk bertaqorrub dengan berbagai ragam ketaatan. Yang terpenting diantaranya adalah menyembelih hewan kurban dan mensedekahkan sebagian dari yang telah dikurbankannya itu.
Ma’asyirol muslim rahimakumullah...
Bahkan dikota suci Makkah, yang jaraknya ribuan kilo meter dari bumi yang kita pijak ini, jutaan kaum Muslimin, para jamaah haji dari berbagai belahan dunia, baru saja menyelesaikan rangkaian manasik haji mereka. Setelah berhari-hari mereka melaksanakan berbagai manasik haji seperti ihram, thawaf, sa’i, melempar jumroh dan wukuf. Dihari Iedul Adha ini mereka kumandangkan takbir,tahmid dan tahlil yang berggema dan berbaur dengan kumandang serupa dari seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia sebagai pertanda telah hadirnya kembali hari yang dinanti-nantikan, hari raya Iedul Adha.
Allahuakbar3x walillahilhamdu..
Ma’asyiralmuslimin jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah..
Pensyariatan ibadah kurban selayaknya memiliki arti dan pemaknaan tersendiri bagi kaum muslimin. Berkurban pada hakikatnya menjalankan perintah Allah, “ Sungguh kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat dan berkunbanlah untuk Tuhan mu.” (Al Kautsar:1-2). Kurban secara bahasa berasal dari kata “qaruba - yaqrobu – qaribun-qurbaanan” yang berarti dekat. Makna ini mengandung isyarat, bahwa orang yang berkurban berarti dirinya dekat dengan Allah, atau paling tidak –melalui kurbannya ini- ia berusaha untuk lebih dekat kepada Allah. Karena jika seseorang jauh dari Allah, dan tidak ada hasrat untuk mendekat, niscaya berpoya-poya membelanjakan harta untuk memuaskan hawa nafsunya lebih diutamakan daripada berkurban, apalagi pergi ke tanah suci menunaikan ibadah haji.
Kaum Muslimin, jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah..
Menurut Jumhur Ulama Kurban adalah ibadah yang hukumnya sunnah muakkadah. Dan ibadah seperti ini hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, Rasulullah selalu komitmen untuk melaksanakan dan menepatinya namun tidak mewajibkannya kepada kaum muslimin. Maka dalam madzhab Hanafi, ibadah seperti ini disebut sebagai ibadah wajib. Artinya, derajat hukumnya satu tingkat diatas sunnah namun tidak sampai kederajat fardlu.
Dalam Ayat pensyariatannya Allah mensejajarkan kurban dengan shalat, “ Sungguh kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat dan berkunbanlah untuk Tuhanmu.” (Al Kautsar:1-2). Bahkan Allah jadikan shalat dan kurban dua jenis ibadah yang mewakili wujud kesyukuran atas berbagai limpahan nikmat yang Allah turunkan. Sebuah cermin betapa ibadah kurban dan pesan-pesan yang dibawanya merupakan bentuk ketaatan yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum muslimin. Apalagi diakhir surat Al Kautsar ini Allah tegaskan, “Innasyaaniaka huwal abtar”. Artinya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, disebabkan keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka ”al abtaru” keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti. Kegelapan dalam kehidupan individu bahkan kegelapan kehidupan bersosial menjadi tak dapat dihindari. Wal’iyaadzubillah..
Maka, Dalam konteks inilah kita memahami ancaman Rasulullah SAW terhadap orang yang enggan berkurban, “ Barangsiapa mendapat keleluasaan (dalam rezeki) untuk berkurban kemudian tidak melakukannya, maka janganlah ia mendatangi musholaku.” (Riwayat Thabrani)
Ma’asyiralmuslimin jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah..
Jika berkurban dengan udlhiyah atau hewan kurban adalah bentuk fisik dari ibadah kurban, dan menjadi salah satu diantara sekian banyak syiar-syiar Allah, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya”. (Al-Hajj: 30). Maka sesungguhnya ada bentuk lain dari ibadah kurban yang tidak kalah penting dari bentuk fisiknya yaitu merealisasikan maqhasid syariah ( target-target syar’i yang terkandung) ibadah kurban. Atau dengan kata lain kita sebut sebagai hikmah berkurban. Maqashid syariah dari kurban ini tentu sangat banyak dan tidak bisa dibatasi. Namun pada kesempatan berbahagia ini, tanpa bermaksud membatasi, khatib mencoba untuk memaparkan sebagiannya. Sehingga kita bisa katakan bahwa kurban bukan sekedar ritual tahunan melainkan sesuatu yang menjadi sarana efektif untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi-potensi umat. Banyak potensi yang bisa dikembangkan dan dioptimalkan melalui momentum kurban, diantranya;
Pertama, potensi sosial
Betapapun kita ini adalah zone politicon, makhluk sosial yang pasti satu sama lain saling terkait dan saling membutuhkan. Maka dalam konteks bersosial dan bermasyarakat, kurban menjadi spirit bagi terciptanya bangunan sosial yang harmonis, tempat subur untuk saling berbagi, tolong menolong, bahu-membahu dan saling memperhatikan. Jauh dari nuansa dan tradisi-tardisi ke akuan, sikap egois, yang hanya melihat kepentingan orang lain dari kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu dahulu Rasulullah saw pernah melarang para sahabatnya menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Mengingat masyarakat ketika itu sedang dilanda oleh permasalahan pangan yang serius sehingga sangat tidak etis dan disaat sebagian unsur masyarakat paceklik dan kelaparan yang lain justru berpoya-poya dan beerpestapora. Namun dalam kondisi normal, Rasul malah berpesan, ” Makanlah dan bagikanlah oleh kalian dagingnya dan simpanlah-sebagiannya-.” Sebuah isyarat betapa kurba memiliki dimensi dan pesan sosial yang sangat tinggi.
Kedua, Potensi Moral
Adalah sesuatu yang mustahil akan terwujudnya bangunan masyarakat yang harmonis, kokoh dan saling menopang jika tidak dihiasi oleh komitmen moral dan akhlak islami dari individu-individunya. Masyarakat yang didalamnya masih dihiasi oleh sifat-sifat -mohon maaf- kebinatangan seperti kikir, rakus, pemalas, egois, tidak bertanggungjawab, dll, niscaya akan sangat sulit tampil menjadi masyarakat yang harmonis dan solid. Bahkan dalam lingkup keluarga sekalipun. Sulit untuk bisa menciptakan keluarga sakinah, mawaddah warahmah, jika individu-individu yang hidup didalamnya masih menonjolkan sifat dan perangai buruknya. Yang ada justru peluang terjadinya gejolak sosial yang tinggi, potensi pertengkaran, tawuran, saling menghasut, saling mendzolimi, saling menghina dan mencelakakan. Maka kurban menjadi simbol dan spirit, agar penyakit-penyakit tercela semacam itu tidak dibiarkan membudaya dimasyarakat kita, harus dijauhkan, dan bahkan –dalam konteks berkurban- disembelih. Sungguh Rasululah saw diutus untuk menyempurnakan perangai dan budi pekerti umat manusia.” Tiada lain aku diutus kecuali untuk menyempurnakan budi pekerti.”
Ketiga, potensi Ekonomi
Salah satu peluang terjerumus kedalam kekafiran dan kegelapan jahiliyah adalah celah-celah kemiskinan dan kefakiran. Lemah secara ekonomi. Rasul mengatakan “Kaadal faqru an yakuuna kufroo”, kefakiran itu berpotensi menjerumuskan seseorang pada kekafiran (baik amali atau i’tiqodi). Artinya, mungkin saja seseorang tidak kafir dalam artian berpindah agama. Tapi karena keterdesakan ekonomi, kemudian menjadi gelap mata mengorbankan hal-hal prinsip dan mendasar yang seharusnya dipegang teguh hanya demi mengais rezeki, lalu dia lupa kepada Allah, lupa kepada batasan-batasan syariat yang tidak boleh dilanggar, bahkan lebih jauh lagi lupa kepada adzab Allah yang pedih. Wal‘iyadzubillah.
Dan ibadah kurban menjadi potensi besar yang dapat menggerakkan dan memberdayakan sendi-sendi perekonomian umat, mulai dari budi daya peternakan hewan, bisnis hewan, sampai industri manufaktur pengolahan daging menjadi kornet dan produk lainnya. Tentu saja hanya akan terwujud jika peluang dan potensi ini dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Karena sampai saat ini nampaknya umat masih perlu belajar lebih optimal lagi untuk memberdayakan dan memanfaatkan potensi-potensi ekonominya.
Sebagai gambaran kecil, untuk kebutuhan kurban tahun ini saja, provinsi Banten membutuhkan 48.247 ekor hewan kurban. Dari 100% kebutuhan tersebut, Banten hanya mampu memenuhi 40% saja, sisanya harus dipasok dari luar Banten. Padahal, di Banten ini lahan masih sangat luas, sumber daya manusia juga banyak, sektor industri (khusus untuk pengolahan daging kurban) harusnya sudah berjalan. Tapi nyatanya prosentase kemiskinan di Banten masih cukup tinggi, angka penganggurannya pun termasuk tinggi. Padahal notabene mayoritas fuqoro dan masakin tersebut adalah kaum muslimin.
Keempat, potensi keimanan
Tidak bisa dipungkiri, semangat kurban yang dibawa oleh Khalilullah Ibrahim Alaihis Salam sudah seharusnya menjadi titik tolak, momentum yang tepat untuk mengokohkan kembali keimanan didalam dada kaum muslimin dimanapun berada. Menyesap kedalam jiwa betapa mendesaknya keimanan yang kuat menjadi sendi dan dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sudah menjadi rahasia umum keimanan yang kuat tidak mungkin terwujud tanpa kesadaran penuh dalam diri untuk berlari menuju keridhoan Allah, melampaui ujian-ujian kehidupan yang sesungguhnya adalah cara Allah mendidik kita untuk menjadi pribadi yang besar. Maka momentun kurban ini marilah kita jadikan kesempatan meningkatkan kualitas kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Berusaha istiqomah pada nilai-nilai kebenaran sejati yang mendekatkan kita pada cinta dan keridhoan Allah sebagaimana cinta Ibrahim yang bahkan rela mengorbankan buah hatinya sebagai bukti bahwa cinta Illahi adalah yang pertama dan utama di atas segalanya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah bersama-sama kita teguhkan hati untuk tidak pernah bosan merawat taman iman didalam jiwa, menyiramnya dengan tunduk pada ketentuan Allah, dan mencabut berbagai parasit yang mengganggu keindahannya.
Mari kita kokohkan diri dan memupuknya dengan spirit berkurban. Kita tata bangunan masyarakat kita dengan mengaplikasikan hikmah-hikmah kurban. Agar umat ini kembali pada jatidiri dan kejayaannya. Agar bumi ini terwarisi secara utuh dan dikendalikan oleh orang-orang yang sholeh. Yang selalu mendamba dan merindukan ridlo dan maghfiroh-Nya.
2 komentar:
Assalamu'alaykum.
Websitenya sungguh bermanfaat. Semoga bayak berkah.
Salam hangat dari Kami busanatanahabang.com : psuat baju muslim
@baju muslim...Wa'alaikumussalam
semoga saja. Amien...terimaksih atas kunjungan dan perhatianya..semoga ushanya semakin berkah..
Posting Komentar