Palestina dan Arab. Dua kata ini seolah menyatu, tak dapat dipisahkan. Keterikatan Palestina dan Arab adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan. Tak ada yang memungkiri.
Selain terikat secara geografis, sebagai “negara” yang berada di kawasan Timur Tengah, Palestina juga punya akar historis yang melekat dengan Arab. Para sejarawan meyakini, yang pertama kali menghuni dan membangun kota-kota Palestina adalah kaum Arab Kuno yang disebut Yabussiyun. Mereka inilah yang beasimilasi dengan bangsa timur laut “PLST” dan Arab-Islam paska ekspansi umat Islam di era kekhilafahan Umar bin Khattab ra. (15 H/636M). Penduduk Palestina, yang notabene juga adalah bangsa Arab (Kuno), dapat menerima dan berasimilasi dengan Arab-Muslim. Sejak saat itulah, identitas Palestina secara bahasa, budaya dan pemikiran lebih diwarnai oleh corak Islam. Kecuali tingkat keamanan, kesejahteraan dan kemerdekaan hidup penduduknya, hal lain dari masyarakat ini seperti tidak ada perbedaan mencolok dengan masyarakat Timur Tengah pada umumnya.
Keterikatan emosi, latar belakang, budaya dan geografis yang dibalut oleh ikatan akidah inilah yang mendorong rakyat dan para pemimpin Arab berdiri sejajar memperjuangkan nasib rakyat Palestina. Maka, awal perjuangan mempertahankan kedaulatan Palestina dari rongrongan para koloni pun dipelopori oleh para pemimpin Arab. Sejumlah nama, seperti Jamal Abdul Naser, Raja Abdullah, Raja Hussein, Hasan Al Banna dan sederet nama lainnya menjadi simbol yang mengobarkan perjuangan kemerdekaan Palestina.
Namun masalahnya, semangat juang “setengah hati” sebagian para pemimpin Arab ini tidaklah cukup untuk menentang ambisi dan megaproyek Zionis yang didukung penuh oleh negara-negara superpower. Upaya yang kurang rapi dan kerja yang tidak terencana dengan baik, tidak bisa meluluhlantakkan konspirasi yang menghegemoni. Faktor ketulusan yang dipertanyakan, seperti sikap pemerintah Jamal Abdul Naser yang memenjarakan sejumlah besar pejuang Mesir pasca perang melawan Israel dan keputusan Anwar Sadat menandatangi perjanjian Camp David, justru mencederai pamor dan kontribusi mereka.
Gelora juang rakyat Arab dan Islam untuk membela Palestina memang tidak pernah pudar. Namun, seiring menguatnya pengaruh Amerika dan Barat, manuver politik (apalagi militer) Timur Tengah untuk memperjuangkan Palestina pun semakin tumpul dan tidak bertaji. Seolah membiarkan rakyat Palestina berjuang seorang diri.
Tapi kini, revolusi Arab telah dan sepertinya akan terus bergulir. Rakyat Tunis dan Mesir sedang berjibaku mengawal reformasi. Disaat ratusan ribu rakyat Yaman, Libia dan Suria juga menyuarakan teriakan yang sama. Bagi rakyat palestina, seakan asa itu telah berhembus ke Gaza, al-Quds dan Tepi Barat. Siap menembus kota-kota terampas Haifa, Askelon dan Akka. Asa untuk kembali mendapat energi perjuangan dari saudara sejati. Asa untuk menghirup nafas kemerdekaan, dan mengembalikan pusaka kemuliaan umat. Dengan persatuan dan wibawa tulus kepemimpinan Arab dan Islam. Seperti jenak-jenak Shalahuddin al-Ayyubi saat membebaskan al-Quds dan Palestina. Tidak dengan cara mengemis, apalagi menjual harga diri.
0 komentar:
Posting Komentar