“ Hari terberat dalam pemerintahanku,” ungkap Golda Meir, Perdana Menteri ke empat dan satu-satunya Perdana Menteri perempuan 'Israel', “ Adalah hari pembakaran masjid Al-Aqsha”, “ dan hari termudah dalam pemerintahanku,” aku Golda yang merupakan salah satu dari ke-24 deklarator berdirinya 'negara Israel' itu, “ adalah hari-hari yang kulalui pasca pembakaran (masjid Al-Aqsha) tersebut”.
Kamis, 21 Agustus 1969. Hari yang begitu menyejarah. Hari yang membekaskan luka. Hari yang sejatinya tidak hilang dari ingatan setiap muslim. Hari dimana emosi dan rasa cemburu menyulut iman hingga ke dasarnya. Berkobar, bak lidah api yang menyambar. Meledak!
Ya...itulah hari ketika Kiblat pertama umat Islam itu dibakar. Ketika mimbar kebanggaan Sang Penakluk al-Quds, Sultan Shalahuddin, tak sempat lagi diselamatkan. Hangus bersama kobaran api yang melahap masjid Umar, mihrab Zakariya, Maqam Arbain, tiga koridor masjid, dan kubah kayu bagian dalam masjid. 48 unit jendela masjid pun hancur berkeping-keping bersama ambruknya atap masjid. Kerusakan mendera Dinding dan mihrab Masjid. al-Aqsha menjerit. Peristiwa yang begitu menyayat hati, mengguratkan kepiluan.
42 tahun berlalu. Peristiwa itu seakan ditelan zaman. Benar! Kobaran api yang dipercikkan ekstrimis-zionis berkebangsaan Australia, Michael Dennis Rohan, atas sokongan ekstrimis-zionis lainnya itu sudah lama padam. Bagian demi bagian masjid yang roboh dan hangus sudah selesai direnovasi. Namun, api itu belum sesungguhnya padam. Baranya masih menyala. Jilatan lidahnya, tidak sekedar sanggup menghanguskan bagian demi bagian Masjid Suci itu. Kobarannya bahkan lebih dahsyat. Menjelma menjadi proyek terpadu yahudisasi al-Aqsha dan Al Quds. Dari bawah digerogoti; Puluhan galian dan terowongan Yahudi mengancam robohnya pondasi al-Aqsha. Di atas, gelegar jet-jet tempur Zionis dengan intensitas dahsyat suara memekakkannya selalu siap menggedor kekokohan bangunan masjid. Sementara di darat, serbuan gerombolan-gerombolan zionis-Israel tak pernah mengenal kata henti. Berbagai rupa penodaan, penistaan, dan makar untuk menghancur leburkan al-Aqsha bertubi-tubi terus dilancarkan.
Lalu apa yang dilakukan kaum muslimin? Adakah upaya untuk menyelamatkan al-Aqsha mubarak itu masih segegap-gempita ketika hari masjid tersebut dibakar? Adakah kepeduliaan untuk al-Aqsha masih tersisa dan menjelma? Apakah hanya sekedar kutukan dan kata-kata? Kemana OKI yang lahir dilatarbelakangi peristiwa tersebut? Kemana umat nabi Muhammad yang diseru untuk mencintai dan menjaga al-Aqsha? Milyaran dollar digelontorkan Zionis-Yahudi setiap tahun untuk memuluskan proyek yahudisasi al-Aqsha, adakah rizki yang masih kita sisihkan untuk ikut menjaga dan mempertahankan warisan para nabi tersebut? Ataukah benarkah kata-kata Golda Meir; bahwa umat Islam hanya sanggup melakukan pembelaan serius terhadap al-Aqsha hanya dalam satu hari saja?
1 komentar:
Tes
Posting Komentar