Genderang perang sebentar lagi ditabuh. Badar tak lama lagi akan berkecamuk. Sang Rasul, bergegas menyiapkan pasukan kaum muslimin. Inspeksi pun dimulai. Sambil memegang sebuah anak panah, panglima kaum muslimin itu pun memeriksa pasukan, satu persatu.
Tibalah beliau dihadapan Sawwad bin Ghazyah. Posisi tubuhnya agak melenceng dari barisan. Dia tidak berbaris rapi. “Luruskan barisanmu, wahai Sawwad!” Hardik Rasul sambil memecutkan anak panah digenggamannya ke perut Sawwad.
“ Wahai Rasulullah!” sergah Sawwad, “ Engkau telah membuat perutku kesakitan,” akunya “ Dan bukankah Allah telah mengutusmu dengan kebenaran dan keadilan. Biarkan aku membalasmu.” pinta Sawwad kepada Rasul. Sontak, semua sahabat yang mendengar ucapan Sawwad ini terkaget. Selancang inikah Sawwad kepada Rasul yang mereka cintai?
Tapi Rasul tak berpikir panjang. Beliau singkapkan bagian pakaiannya. Tampak putih kulit perutnya. “ Silahkan, balaslah!” tegas sang Rasul mempersilahkan Sawwad membalas pukulan ke perutnya.
Hati para sahabat berdebar-debar. Pikiran mereka disesaki seribu tanya. Sedemikian nekatnya kah Sawwad? Apa yang ia pikirkan hingga ingin melakukan perbuatan terkutuk itu? Bukankah Rasul adalah komandannya dan pemimpin mereka di medan tempur? Dan bukankah pukulan ke perutnya itu adalah ganjaran atas ulah kecerobohnya? Ah, mana mungkin kekasih pilihan mereka ini akan disakiti. Hati mereka seakan berontak. Tapi apa daya, Sang Rasul telah mengambil putusan. Dan Sawwad pun sedang mengambil ancang-ancang.
Saat pikiran para sahabat mulia itu masih berkecamuk dengan sejuta tanya. Secepat kilat Sawwad menyergap perut Sang Rasul. Dipeluknya tubuh manusia termulia itu. Diciumnya halus kulit Hamba dan utusan Allah yang dia cintai. Beraur haru, para sahabat semakin terheran.
“ Apa yang mendorongmu melakukan hal seperti ini, hai Sawwad!” tanya Rasul setelah beliau menyaksikan apa yang dilakukan Sawwad.
“ Wahai Rasulullah!” Jawab Sawwad, “ Engkau telah menyaksikan apa yang kau lihat. Aku ingin di detik terakhirku membersamaimu, kulitku bisa menyentuh kulit (tubuhmu).” aku Sawwad blak-blakan namun penuh ketulusan.
Para sahabat terharu. Mereka baru mengerti apa yang diinginkan Sawwad. Maka mengalirlah do'a-do'a Rasulullah untuk keberkahan sahabatnya yang unik ini. Tanpa terasa, apa yang dilakukan Sawwad telah menyirami komitmen mereka untuk mencintai rasulnya. Seperti inilah para sahabat mencintai Rasulullah. Adakah kita mencintainya setulus sahabat mencintainya?
[Kisah ini bersumber dari atsar yang diriwayatkan Ishak dari Ibnu Hibban dari Was'i dari para syekh kaumnya. Dan dinukil Syekh Walid al 'Adzami dalam bukunya Ar Rasuul Fii Quluubi ash haabihii yang diterjemahkan (dengan sedikit tambahan redaksional) oleh Ufuk Islam. Beberapa referensi yang bisa dijadikan rujukan tentang kisah ini: Sirah Ibnu Hisyam (jilid 2 halaman 279-280), Tarikh At Thabari (3/1319), Al Isti'ab (2/673) dan beberapa referensi lainnya.]
Free Counter | Diseño Web |
1 komentar:
i like it :)
Posting Komentar