REALITA KELUARGA PALESTINA DI BAWAH PENDUDUKAN
بسم الله الرحمن الرحيم
MUKADIMAH
Derasnya arus pengungsian dari keluarga-keluarga di Palestina dan pemutusan hubungan antar mereka semakin memanas setelah pasukan penjajah Israel meratakan tanah suci Palestina dengan tanah. Derita ini masih tak berujung. Para pengungsi merasakan kepahitan dan kesulitan. Penduduk Palestina (1948) menderita diskriminasi, pembodohan, yahudianisme, kecemasan terhadap momok "tranfer" yang mencekam hidup mereka. Kepedihan kian memuncak kala dengan mata kepala sendiri mereka hanya bisa menonton para agresor Israel seenak hati menggarap lahan-lahan pertanian warga Palestina yang merupakan warisan leluhur sejak dulu.
Warga Tepi Barat dan Gaza hingga kini masih berada dalam belenggu blokade, pengepungan tentara, terpenjara dalam tembok pemisah, aksi penangkapan, pembunuhan, peledakan, penggusuran tanah, dan bersembunyi di dalam-dalam sumur, tidak leluasa dalam bergerak, berpindah-pindah dari satu desa ke desa lainnya atau pun berjalan bebas ke kota-kota di Palestina. Semua jalur tak lepas dari hambatan dan kecemasan akan dibunuh. Ditambah lagi dengan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, seakan kami berada dalam jurang kehancuran atau korban pembantaian atau hal lain yang serupa dengann itu.
Tuan-tuan sekalian inilah kisah singkat yang dialami setiap warga dan para keluarga palestina yang tinggal di dalam maupun di luar Palestina.
Penjajahan ini telah banyak mendatangkan keburukan, diantara poin-poinnya ialah:
A. GELOMBANG PENGUNGSI
Hal terpenting yang diangkat dari persitiwa ini adalah derasnya arus pengungsi. Karena ini merupakan upaya keras dari Zionis sejak awal mula strategi kebencian yang mereka lancarkan. Dan, langkah pertama yang jelas-jelas mereka lakukan adalah terjadinya pengungsiaan besar-besaran hingga mendekati 70 % dari penduduk Palestina yang mengosongkan kampung-kampun dan desa-desa secara keseluruhan. Memisahkan antar sesama keluarga, yang terpencar di Suriah, Yordania, Lebanon,Tepi Barat dan Jalur Gaza, kemudian mereka dipaksa terbiasa hidup di tengah kesulitan hingga ada dari seorang laki-laki yang menempati wilayah Palestina 48 tidak bisa menikah dengan yang berada di Gaza, bahkan sampai penduduk Tepi Barat dan Al Quds istrinya tidak dibolehkan berada di dalam wilayah hijau (green zone) bahkan di Tepi Barat sekalipun. Yang lebih parah dari itu, terpisahnya satu kerabat dengan kerabat lainnya, hingga lintas negara. Sebagian mereka berada di Lebanon, sebagian lainnya berada di Suriah. Sebagian lagi berada di desa yang bersebelahan dengan tempat tinggal mereka yang telah hancur. Ada juga yang terpisah hingga berada di Denmark, Swedia, Kanada dan wilayah lainnya. Dalam hal ini, kita telah pahami bersama, dari pemisahan antara kerabat, dan melemahnya faktor pemersatu masyarakat dan membangunnya dalam kesatuan yang kuat dan solid dalam menghadapi tantangan dan kesulitan.
B. KONDISI SOSIAL
Nyatanya, kondisi ibu-ibu di Palestina dalam keadaan yang buruk. Karena kejahatan tak henti-hentinya dilancarkan oleh penjajah Zionis. Ditambah lagi dengan kondisi kehidupan mereka yang memprihatinkan, terutama akibat buruknya masalah ekonomi dan sosial.
Berdasarkan data dari sensus tahunan, jumlah penduduk, tempat tinggal dan fasilitas perumahan, yang dilaksanakan pada tahun 2007 menunjukkan jumlah orang di wilayah Palestina mencapai 3,8 juta, yang di antaranya 50,7% laki-laki dan 49,3% perempuan. Jumlah keluarga yang dipimpin oleh perempuan pada tahun 2006 (8%) dari total rumah tangga di wilayah Palestina oleh 8% di Tepi Barat dan 7,7% di Jalur Gaza, tetapi mewakili lebih dari 9% dari masyarakat miskin.
Indikasi terhadap faktor kemiskinan menunjukkan, bahwa pada tahun 2006 ini keluarga (dipimpin oleh perempuan) lebih rentan terhadap tingkat kemiskinan (65,2%) dibandingkan dengan kepala rumah tangga yang dipimpin oleh laki-laki (56,0%).
Sedangkan pada tingkat kegiatan ekonomi, mereka para perempuan memiliki andil besar dalam bidang pertanian, kehutanan, berburu dan memancing dengan prosentase sebesar 42,8%, sedangkan di sektor jasa, mereka juga memainkan peranan penting seperti dalam bidang pendidikan, dengan prosentase 27,2%, sebanyak 26,7% nya berada di Tepi Barat, dan 28,4% di Jalur Gaza, diikuti berikutnya dalam bidang kesehatan dengan 5,3%, sebanyak 5,2% di Tepi Barat dan 5,9% di Jalur Gaza.
Menurut data statistik dari Kementerian Urusan Tawanan dan Pembebasan, jumlah narapidana di penjara-penjara Israel hingga tanggal 24/2/2008 berjumlah 11.700 tawanan, 98 darinya merupakan tawanan perempuan, kurang dari 1% dari total jumlah keselurahan tahanan. Yang di antaranya (94) tawanan berada di provinsi Utara Yerusalem, dan (4) tahanan lainnya berasal dari provinsi-provinsi di bagian selatan. Adapun, 50 orang dari mereka telah disidangkan, 42 orang masih dalam prose penangguhan, 6 orang berstatus tahanan administratif. Data menunjukkan bahwa sejak awal Intifadhah al-Aqsha didengungkan hingga tanggal 8/3/2008, 145 wanita telah syahid.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr. Samir Kutah - Ketua Jurusan Psikologi Universitas Islam- disebutkan bahwa blokade yang diberlakukan penjajah terhadap bangsa Palestina telah menyebabkan 84% dari keluarga Palestina mengubah pola hidupnya. Sementara sebanyak 93% dari mereka terpaksa mengurangi porsi kebutuhan mereka dalam kesehariannya.
Sedangkan mereka yang berada di Jalur Gaza mampu mengatasi pemutusan arus listrik oleh penjajah, dengan kembali ke kehidupan primitif melalui penggunaan lilin dan lampu minyak tanah, dan mengatasi blokade gas dengan menggunakan kayu-kayu untuk menyalakan api. Sebagai salah satu dampak dari embargo adalah adanya ketidakpastian akan masa depan bagi para anggota masyarakat Palestina; yang telah memberikan bayangan berat pada rendahnya kualitas kehidupan keluarga di berbagai tingkat ekonomi, sosial dan psikologis ".
Embargo juga bedampak buruk pada kesehatan rumah tangga, terutama anak, melihat semakin meningkatnya penyakit anemia yang disebabkan kekurangan makan, baik gizi maupun kuantitas di bawah kebutuhan normal. Selain itu lembaga-lembaga sosial kemanusiaan juga mengalami degradasi akibat mengalami permasalahan yang kompleks, diantaranya adalah melemahnya dukungan internasional, kurangnya bahan mentah yang tersedia sehingga menurunkan daya bantu melalui agenda-agenda kegiatan, dan sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan bagi pengangguran yang kehilangan pekerjaannya. Lebih besar dari itu adalah permasalahan ditutupnya perlintasan dan perbatasan Palestina dengan negara lain.
Dawud Hals—pakar ilmu sosiologi Universitas Al-Aqsha di Gaza—menegaskan bahwa keadaan embargo yang dilakukan oleh penjajah Zionis di Gaza, melahirkan tekanan jiwa bagi rakyat Gaza terutama anak kecil. Mereka terpengaruh dengan pola interaksi orang tuanya terhadap mereka, ditambah dengan kesulitan dan kekhawtiran yang selalu membayangi setiap aktivitas mereka. Sehingga anda akan mendapati mereka tidak bisa konsentrasi, pikiran kosong, dan tidak reaktif. Kondisi inilah yang berpengaruh kepada taraf kehidupan dan capaian akademis mereka.
Diantara akibat dari penjajahan, blokade, dan penutupan perlintasan adalah kesulitan dalam memperhatikan secara intens proses pengajaran. Hal ini disebabkan oleh kondisi riil rumah tangga rakyat Palestina dan masalah pengangguran, khususnya di Gaza dan lebih kecil lagi di Tepi Barat. Fenomena inilah yang menunjukkan hilangnya sumber kehidupan keluarga di Palestina, sehingga berdampak pada kesehatan, proses belajar mengajar, wawasan, dan lingkungan sosial. Lebih dari itu kondisi anak kecil yang dilibatkan aktif di pasar juga mendukung semakin sulitnya pengawasan. Dalam sensus penduduk tercatat bahwa masyarakat Palestina adalah masyarakat pemuda. Di Palestina terdapat 1 juta 900 ribu anak di bawah umur 18 tahun dari keseluruhan jumlah penduduk Palestina yang berjumlah 3.761.646, menurut data sensus 2007. Hal inilah yang mendongkrak peningkatan jumlah anak—di bawah usia 15 tahun—mencapai 45 persen.
Kendatipun demikian, data pelajar tahun akademik 2007-2008 menyebutkan bahwa pelajar sekolah di Tepi Barat dan Gaza seluruhnya mencapai 1.103.801 pelajar putra dan putri. Adapun pelajar putri mencapai angka 50 persen.
Sedangkan anak-anak yang bekerja, baik berupah atau tanpa upah mencapai angka 4,6 % dari keseluruhan jumlah anak Palestina. Mereka membayar mahal harga kepedihan penjajah dan perlakuan kasar mereka kepada warga Palestina, dimana tercatat banyak orang melahirkan di dekat barikade militer dan di rumah-rumah yang bukan pusat kesehatan. Semua itu akibat kezaliman blokade dan penutupan jalan.
C. KONDISI EKONOMI
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh salah satu pusat Penelitian di Palestina menyatakan bahwa lebih dari 80% rumah tangga di Palestina mengalami penurunan income sejak diberlakukannya blokade ekonomi kepada pemerintah Palestina. Survei itu juga menjelaskan bahwa empat dari lima rumah tangga—dengan rata-rata lebih dari 80%—mengalami penurunan income selama blokade dilakukan kepada Pemerintah Palestina. Lembaga survei itu juga menyebutkan bahwa separuh rumah tangga kehilangan lebih dari setengah pendapataan akibat kejahatan blokade.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan kepada "67" direktur yayasan umum seperti sekolahan, rumah sakit, dan pusat sirkulasi perairan di seluruh daerah Tepi Barat dan Gaza menghasilkan, bahwa sembilan dari sepuluh direktur tersebut memberikan keterangan akan pengaruh blokade terhadap semakin memburuknya pelayanan. Sebagian dari direktur pelayanan darurat mengatakan bahwa mereka menurunkan pelayanan aktifnya kepada warga hingga 50% atau lebih karena keterbatasan finansial.
Sebuah resolusi yang dikeluarkan oleh Biro Koordinasi AS untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), akhir tahun 2007 memperingatkan beberapa hal di bawah ini:
- Kemiskinan / Pangan
- Barang-barang diizinkan masuk ke Gaza kecuali bahan makanan pokok. Bahan makanan selain bahan pokok akan disalurkan dari pasar.
- Bahan makanan pokok seperti susu balita, tepung putih, dan minyak nabati merupakan bahan pokok makanan yang sangat langka.
- Laporan itu menyebutkan sebanyak 8 dari 10 keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Sebanyak 66,7% rumah tangga hidup di bawah garis kemiskinan yang lebih parah lagi.
- Program Pangan Internasional menyebutkan, sebanyak 62% rumah tangga mengalami penurunan sirkulasi bulanannya, 93,5% pada umumnya mengalami penurunan daya beli pangan, bahkan 98% rumah tangga tidak mampu membeli daging, 86% keluarga mengalami penurunan daya beli susu dan keju.
- Laporan itu juga memuat tingkat pengangguran di Gaza mencapai 50% pada pertengahan 2008, dan 38,6% pekerja mengalami kerugian besar pada kuartal ketiga tahun 2007.
- Laporan itu juga menyebutkan, PBB memberikan bantuan pangan kepada sekitar 80% penduduk Gaza. Agen UNRWA juga memberikan bantuan kepada sekitar 850.000 pengungsi, dan Program Pangan Internasional juga memberikan bantuan kepada kurang lebih 300.000 orang yang lain.
2. Air
- Laporan (OCHA) menyebutkan, selama bulan Desember 2007 pemertintah menerima bantuan sebanyak 50% dari kebutuhan bahan bakar. Pada tanggal 21 Oktober 2008 pusat sirkulasi perairan mampu mengebor 40 dari 130 sumber mata air. Pada tanggal 23 Januari 2008, di Palestina terdapat 450.000 penduduk hidup tanpa air.
- Kesehatan dan Pengobatan
- 150 dari 416 macam obat-obatan primer, hampir 25% dan 23% dari 596 bahan medis primer, 34% raib di awal bulan Desember 2007. Obat-obatan dan bahan-bahan medis ini ditambah dengan 6 macam bahan yang lain yang sangat urgen, seperti antibiotik dapat memenuhi kebutuhan 135 pasien yang tidak mendapatkan pengobatan.
- Hampir 1000 jenis peralatan medis dan non medis hilang dari gudang menteri kesehatan, sehingga menyebabkan alat photo (scanner MRI, Y ray...) tidak bisa beroperasi dan tak mampu memberikan pelayanan.
D. PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN
Seluruh proyek yang memperoleh kucuran dana dari Bank Dunia dan UNESCO mengalami kemacetan semenjak bulan 2006 akibat ketiadaan bahan industri.
Sektor khusus hanya mampu menyediakan 53 % lapangan pekerjaan di Jalur Gaza dan sektor ini diketahui telah melakukan beberapa kebijakan antara lain:
- 75.000 tenaga kerja dari 110.000 tenaga kerja di-PHK.
- 90 % pabrik (3500 dari 3900) terpaksa gulung tikar.
- 10 % yayasan industri (400 yayasan) hanya mampu menghasilkan produksi 20 % dari total kemampuannya.
- Dinas lapangan kerja tutup.
- Penghujung November 2007 seluruh pabrik (438 pabrik) tutup dan gulung tikar.
IV. KONDISI UMUM
Penjajah Israel kian menambah situasi buruk tersebut dengan tetap melakukan pembunuhan, penangkapan, dan penghancuran, maka berdasarkan pendataan tercatat 5000 orang syahid, 900 diantaranya adalah anak-anak semenjak meletusnya Intifadhah Al-Aqsa. Jumlah tawanan yang mendekam di penjara-penjara Israel mencapai 11.700 orang, diantara mereka ada sekitar 350 anak-anak dan 89 wanita. Begitu juga Israel telah merampas tanah milik warga Palestina seluas 80.712 km4 (sensus 2006). Israel mengukuhkan tanah negara seluas 247.291 km4 yang di atasnya dibangun tembok pemisah. Penjajah Israel juga telah menghancurkan sekitar 70.000 rumah milik penduduk Palestina.
PENUTUP
Separuh abad lebih telah berderak, keluarga kita di Palestina masih terus mencipta seni indah perlawanan, merajut benang-benang kehidupan di apitan lorong penderitaan, dan melukis impian masa depan kita dengan kuas kemenangan yang belum tampak warnanya.
Dari jantung blokade ...
Dari bawah gundukan tanah ...
Dari rahim kepedihan ...
Tumbuh pembaharu yang menyempurnakan konstruksi kemuliaan umat dan keagungannya ... Belenggu Palestina yang kalbunya senantiasa berdenyut, yang menyemat sumpah dari kekokohan tekad, izzah, dan ketinggian harga diri yang tak kan pernah mengkerut menghadapi agresor Israel, keminiman orang, harta, dan buah-buahan tak kan pernah memudarkan tekadnya ... Belenggu Palestina senantiasa menciptakan ... yaitu proses membina umat, memahat sejarah, membela kemanusiaannya ... dan memacu di sana darah kehidupan. []
(LEMBAR KERJA KONFERENSI KEMANUSIAAN INTERNASIONAL UNTUK BANTUAN KORBAN IMPERIALISME (PALESTINA),31 OKTOBER –
Disusun Oleh: Lembaga Penyantun Keluarga Palestina dan Libanon)
0 komentar:
Posting Komentar