Laman
Kakek Berwajah Teduh
By Heri on Rabu, 09 Desember 2009
Seorang lelaki tua berwajah syahdu berjalan terseok membawa kopernya. Ia tertatih-tatih mengejar kereta api yang hendak bertolak. Kepanikan yang menyelimuti raut wajahnya tidak bisa ditutupi. Wajar, ia memang belum membooking kursi. Satu per satu gerbong kereta dihampiri. Hingga ia sampai di gerbong pertama. Di dalamnya penuh anak muda yang sedang riang-gembira bernyanyi bercampur gelak-tawa. Ia meminta izin kepada penumpang untuk sekiranya boleh singgah bersama mereka. Namun respon yang didapatkan,
“Kamu sudah kakek-kakek begini, maaf saja ya.. Kami tidak ingin kamu merusak suasana. Kami sudah asyik di gerbong ini bersenang-senang, mohon tidak diganggu.”
Sang kakek terus beralih ke gerbong selanjutnya. Begitu optimis ia mengetuk penumpang yang sedang khusyu membaca. Gerbong ini terisi anak muda yang serius belajar. Terlihat wajah-wajah kutu buku. Dengan santun, kakek meminta izin untuk duduk bersama mereka. Sayangnya, mereka menolak dengan alasan khawatir ia akan memecah konsentrasi selama di perjalanan. Mereka ingin fokus membaca dan belajar hingga sampai stasiun tujuan.
Koper besar yang dibawanya terus ditenteng. Masih ada waktu mencari. Walau 15 menit lagi, kereta jalan. Harapan masih ada. Ada dua gerbong tersisa belum dicoba. Tibalah ia tempat yang ditumpangi sekumpulan pebisnis. Para profesional. Ia amati wajah-wajah mereka sedemikian penat dan padat. Masing-masing begitu sibuk. Ada yang sedang hati-hati membuat perencanaan bisnis. Ada yang sedang cermat melakukan super visi dan evaluasi. Ada yang sedang teliti menghitung untung-rugi. Ada yang sedang serius bernegosiasi. Serentak mereka menyapa sang kakek,
“Maaf pak.. Kami tidak ada waktu untuk melayani.”
Akhirnya, sang kakek sampai di gerbong ke empat. Gerbong terakhir. Ia dapati didalamnya sebuah keluarga yang bersahaja. Aura kesalihan begitu nampak di wajah setiap anggotanya. Sebelum sang kakek mengucap, mereka terlebih dahulu menyapa hangat. Menyambut sepenuh hati. Menghidangkan minuman dan makanan. Tangis haru membasahi pipi sang kakek. Ia meminta bantuan untuk mengangkat dan membuka koper besar yang dibawanya. Setelah terbuka, mereka terkejut. Ada banyak emas, berlian dan permata bahkan uang bergepok-gepok. Sang kakek tersenyum tenang. Masing-masing anggota keluarga mendapat hadiah tak terduga darinya.
Setibanya distasiun akhir, mereka semakin terperanjat. Diluar kereta api telah bersiap-siap raja negeri beserta pengawalnya hendak menyambut salah satu penumpang. Ternyata penumpang istimewa itu adalah sang kakek berwajah teduh. Raja memerintahkan supaya segera diboyong ke istana. Sang kakek bersedia jika raja mengizinkannya mengikut sertakan keluarga berhati baik untuk bersamanya tinggal di istana. Raja menyetujui bahkan menyiapkan istana khusus untuk keluarga mulia ini sebagai balasan atas kemurahan hati dan kebaikan mereka terhadap sang kakek.
Penumpang di gerbong lain tertunduk sedih penuh penyesalan. Mereka meratapi kekerdilan jiwa hingga acuh dan tiada peduli terhadap sang kakek. Kini mereka hanya menggigit jari. Begitulah kisah sebagian kita bersama Ramadan. Semoga Ramadan kali ini memberi arti.
(Suhartono TB, Lc.Dipl)
0 komentar:
Posting Komentar