Menjadi haji mabrur tentu dambaan semua muslim muslimah, terutama bagi mereka yang sedang atau sudah melaksanakannya. Betapa tidak, ibadah haji yang disyariatkan kepada umat Islam pada tahun ke-9 Hijriyah itu merupakan ibadah yang Allah istimewakan. Keistimewaan tersebut nampak dari beberapa penjelasan yang disampaikan Rasulullah saw., diantaranya:
- Amalan utama dalam Islam
فقد روى البخاري أن السيدة عائشة رضي الله عنها قالت: يا رسول الله نرى الجهاد أفضل العمل أفلا نجاهد، قال: لا، لكُنَّ أفضل الجهاد حجٌّ مبرور. وقد سئل عليه الصلاة والسلام: أي العمل أفضل؟ فقال: إيمان بالله ورسوله، قيل: ثم ماذا؟ قال: الجهاد في سبيل الله، قيل: ثم ماذا؟ قال: حج مبرور" رواه البخاري ومسلم
Imam Bukhari meriwayatkan, suatu ketika Sayyidah 'Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, menurut kami jihad adalah amalan paling utama, tidakkah kami (diizin) berjihad?. Rasul menjawab, “ Tidak demikian, akan tetapi seutama-utama jihad (bagi kaum perempuan) adalah haji mabrur.” (dalam riwayat lain) Rasulullah saw. Ditanya, “Amalan apakah yang paling utama? Jawab Beliau, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.”, ditanyakan lagi (kepada beliau), “Kemudian apalagi?” beliau bersabda, “Jihad di jalan Allah”, ditanyakan lagi, “ Kemudian apa lagi?” Jawab beliau, “Haji mabrur.” (HR Bukhari dan Muslim)
- Tidak ada balasan yang layak bagi haji mabrur kecuali Surga.
قال الرسول صلى الله عليه وسلم "العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما، والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة" رواه مالك والبخاري ومسلم.
“Antara umroh ke umroh terdapat penghapus dosa diantara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan (yang layak baginya) kecuali Surga.” (HR Malik, Bukhari, dan Muslim)
- Sarana efektif dimpuninya dosa-dosa
وفي الصحيحين عن أبي هريرة –رضي الله عنه- أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من حج هذا البيت فلم يرفث ولم يفسق رجع كما ولدته أمه
Bukhari dan Muslim meriwayatkan, dari Abi Hurairah radliyallahu'anhu, Nabi saw. Bersabda, ”Barangsiapa berhaji ke Rumah Ini (Ka'bah), dan tidak berbuat rafats, dan fasik, maka ketika pulang (bersih dari dosa-dosa) sebagaimana ia dilahirkan oleh ibunya.”
- Merupakan sarana jihad, terutama bagi yang sudah lanjut usia atau yang lemah fisik atau kaum perempuan
Seperti yang dijelaskan dalam hadits, Rasulullah saw. Bersabda, “ Jihadnya orang yang lanjut usia, atau lemah fisik atau kaum perempuan adalah haji mabrur. “ (HR
Beberapa keterangan di atas semakin menegaskan keutamaan-keutamaan dan pentingnya ibadah haji dalam Islam. Namun apakah yang dimaksud haji mabrur itu? Apakah seseorang yang berangkat haji, menunaikan manasik haji sesuai tuntunan Rasulullah kemudian pulang namun kembali melakukan prilaku-prilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam bisa dikatakan haji mabrur? Apakah kemabruran seseorang dalam ibadah haji ditentukan pada tata laksana ibadah hajinya saja? Ataukah mesti dibuktikan dengan perubahan sikap dan komitmen keberagamaanya sepulang dia melaksanakan haji? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mengantarakan kita untuk kembali mengkaji apa yang dijelaskan para ulama tentang haji mabrur seperti yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. Dalam beberapa hadits di atas.
Haji Mabrur
Menurut Ibnu Khaluyah, mabrur artinya maqbul (diterima), menurut ulama lain, mabrur ialah sesuatu yang tidak dicampuri oleh perbuatan dosa. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi. Sementara al Qurthubi seperti disebutkan dalam kitab tafsirnya mengatakan, yang dimaksud mabrur (haji mabrur) ialah ibadah haji yang sempurna pelaksanaan hukum-hukumnya dan sesuai dengan apa yang diharapkan dari seorang mukallaf dalam bentuk yang hampir sempurna, wallahu'alam.
Disisi lain, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “ Yang paling benar dan yang paling populer (yang dimaksud haji mabrur) ialah ibadah haji yang tidak dicampuri oleh perbuatan dosa, sebagaimana akar kata mabrur itu sendiri berasal dari kata al birr yang bermakna taat. Atau seperti dikatakan sebagian orang bermakna diterima (maqbul). Diantara indikasi diterimanya ibadah haji, ketika seorang kembali ke kampung halamannya dalam kondisi yang lebih baik (ibadahnya) dari sebelum melaksanakan haji, dan tidak membiasakan diri lagi berbuat maksiat. Ada yang berpendapat, (haji mabrur) adalah yang tidak terselip riya di dalamnya.”
al-Qurthubi berpendapat: “Haji mabrur ialah ibadah haji yang dilaksanakan tanpa melakukan maksiat ketika dan setelah pelaksanaan ibadah haji tersebut.”
Syekh as-Sa'di berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ibadah haji adalah merendahkan dan mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan diri dari melakukan keburukan-keburukan, maka dengan seperti itu haji seseorang bisa dikatakan haji mabrur, dan haji mabrur tidak ada balasan (yang layak) baginya kecuali surga.”
Dari beberapa pendapat para ulama di atas, bisa disimpulkan bahwa haji mabrur adalah ibadah haji yang pelaksanaan hukum-hukumnya (manasiknya) dilakukan secara sempurna, dan meninggalkan pengaruh yang sangat mendalam dalam diri jemaah haji, sehingga menjauhkannya dari perbuatan maksiat dan dosa serta mendekatkannya kepada Allah baik ketika pelaksanaan haji atau pun ketika sudah kembali ke kampung halamannya.
Untuk mengukur seberapa mabrur haji yang kita laksanakan, Ustadz Jamal Madhi, seorang dai dan penulis terkenal dari Mesir, memberikan beberapa indikator.
- Gemar melakukan kebajikankebajikan dengan berbagai bentuk dan jenisnya, termasuk berinfak, perangai yang baik, ramah, murah senyum, gemar mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, menunjukkan orang yang tersesat, amar makruf nahi munkar, berkata jujur, lemah lembut dan tidak menyakiti hati orang lain, serta pelbagai kebajikan lainnya yang dianjurkan oleh Islam.
- Memperbanyak ketaatan kepada AllahSeperti yang difirmankan Allah, “dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal itu adalah takwa.” (al Baqarah:197). Dan sebaliknya, meninggalkan berbagai hal yang dilarang Allah, seperti yang disabdakan Rasulullah saw., “Barangsiapa berhaji ke Rumah ini (Baitullah), tidak berlaku rafats, dan keji maka dia kembali seperi hari ketika dia dilahirkan oleh ibunya.” (HR Bukhori dan Muslim)
- Mengenal dan merasakan rahasia-rahasia hajiDiantaranya, menghayati berbagai manasik haji dan menghubungkan apa yang dilakukan dan diucapkannya untuk memperbaharui kembali jalan hidup yang akan dilaluinya, mengingat perjuangan para nabi dan para salafussaleh dalam penghambaan mereka kepada Allah. Ketika mulutnya melafalkan talbiyah maka hatinya merenungkan kemahaesaan Allah dalam segala bentuk dan jenisnya. Keesaan Allah dalam mencipta, mengatur dan memelihara bumi dan langit. Keesaan Allah dalam memberikan rezeki dan menentukan takdir setiap makhluk. Orang yang mengetahui rahasia-rahasia haji akan selalu terpatri komitmen untuk tidak sedikitpun menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dalam hal ubudiyyah atau ibadah.
- Merealisasikan manfaat-manfaat hajiDiantara manfaat terbesar haji adalah terwujudnya kesatuan diantara kaum muslimin. Secara gradual manfaat haji ini bisa direalisasikan dimulai dari lingkup yang lebih kecil dan terbatas. Bagaimana suasana kerukunan, keakraban dan kesatuan itu bisa dirasakan misalnya dalam satu atap rumah, kemudian dalam satu keluarga besar, berlanjut menjadi lingkungan masyarakat yang hidup rukun, berdampingan kompak dan saling tolong menolong dalam kebaikan, dan seterusnya.
- Istiqamah dalam melakukankebajikanInilah diantara indikasi paling menonjol bagi haji mabrur. Bukan sesuatu yang sulit jika seseorang ditengah jutaan manusia dimana hatinya tersedot oleh “magnet” taqarrub kepada Allah untuk juga ikut hanyut dalam nuansa penuh kekhusyuan tersebut. Bukan sesuatu yang aneh jika disaat segala peluang dan tempat ditata dan dikondisikan untuk beribadah maka seseorang dengan sangat mudah bisa meningkatkan ibadah dan ketaatannya kepada Allah. Namun sebaliknya, tidak mudah untuk bisa istiqamah disaat linkungan dan kondisi tidak mendukung. Maka keistiqamahan seorang jemaah dalam melakukan berbagai ketaatan dan kebajikan adalah indikasi sangat penting untuk mengukur seberapa mabrurkah haji kita.
Sekali lagi, siapapun kita, semuanya tentu berharap agar Allah memberikan rizki untuk bisa melaksanakan ibadah haji, dan tidak sekedar haji melainkan menjadi haji mabrur, semoga.
(Saat Haji Mabrur begitu menjadi Impian)
Heri Efendi
0 komentar:
Posting Komentar