Palestina: Antara Fakta dan Realita [4]


Pembagian Wilayah Palestina

Tanggal 29 Nopember 1947, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi no 181 tentang pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara; Arab dan Yahudi. Berdasarkan pembagian ini, 54% wilayah Palestina menjadi milik Yahudi, sementara 45% adalah milik warga Arab dan 1 % sisanya menjadi Kawasan Internasional (yaitu keseluruhan wilayah al-Quds atau Yerusalem).

Resolusi-resolusi Dewan Umum PBB sendiri sesungguhnya bersifat tidak mengikat, meski resolusi ini termasuk dokumen resmi PBB. Secara subtansi, resolusi ini pun bertentangan dengan asas-asas yang justru ingin ditegakkan oleh lembaga ini yaitu hak bangsa-bangsa untuk mendapatkan kemerdekaan dan menentukan masa depannya sendiri. Kenyataan lain, Rakyat Palestina sebagai pihak yang paling berkepentingan dalam masalah ini, belum tuntas melakukan konsultasi dan jajak pendapat diantara mereka. Namun ironi, Yahudi sebagai kaum pendatang dan minoritas justru diberikan jatah wilayah yang lebih besar dari bangsa Palestina.

Deklarasi Negara Israel

Sore hari, tanggal 14 Mei 1948, Zionis mendeklarasikan negara “Israel” dan berhasil mengalahkan Pasukan Tentara Arab yang mencerminkan betapa lemahnya kepemimpinan dan koordinasi serta minimnya pengalaman tempur mereka. Terlebih sebagian diantara pasukan Arab itu berada di bawah pengaruh dan bayang-bayang penjajah. Alhasil, Pasukan Zionis berhasil merampas sekitar 77% wilayah Palestina yang luas keseluruhannya mencapai 20.770 KM2. Delapan ratus ribu warga Palestina pun kemudian diusir paksa. Jumlah mereka yang berdomisili di wilayah yang dikuasai Zionis ini sekitar 925.000 dari 1.400.000 jiwa penduduk Palestina Pada tahun 1948. Pasukan Zionis membumihanguskan 478 kampung dari total 585 kampung yang berada di wilayah yang di jajah itu dan melakukan 34 kasus pembantaian.

Adapun wilayah Palestina yang tersisa, maka Yordania secara resmi menggabungkan Tepi Barat (luasnya 5.876 KM2) menjadi bagian dari wilayahnya. Sebagaimana Mesir memasukkan Jalur Gaza (363 KM2) di bawah administrasinya. PBB pun kemudian menyetujui masuknya Israel sebagai salah satu anggotanya dengan syarat memperbolehkan para Pengungsi Palestina kembali ke kampung halaman mereka. Dan syarat ini hingga kini tidak dipenuhi Entitas Zionis. Zionis adalah sebuah entitas yang berdiri di atas kedzoliman, dan prinsip-prinsip rasis dan dogma-dogma agama. Sebuah Entitas yang tidak menentukan batas-batasnya dan tidak mempunyai undang-undang tertulis. Dengan demikian sesungguhnya menyalahi kriteria-kriteria pokok sebuah negara peradaban modern.

Ketidak Seriusan Pemimpin Arab
Nasionalisasi Pertempuran” dan “ Kesatuan Jalan menuju Pembebasan” menjadi jargon yang sangat populer pada periode 1948-1967. Negara-negara Arab di bawah pimpinan Jamal Abdun Naser, berusaha mengambil inisiatif. Pada saat yang sama peran kepemimpinan nasional Palestina Justru mengalami kemunduran, seolah memberikan peluang bagi solusi yang ditawarkan pemerintahan Arab. Akan tetapi, para pemimpin Arab ini kehilangan manhaj, keseriusan dan tekad yang sesungguhnya untuk berperang. Alih-alih menjadikan Perlawanan Palestina sebagai rencana strategis menyeluruh, mereka justru menjadikannya sebatas taktik dan batu loncatan semata. Yang mereka lakukan hanya menghibur dan memuaskan emosi rakyatnya dan tidak menyiapkan mereka untuk bertempur. Sementara Zionis semakin hari mereka semakin kuat dan solid.

Berdirinya PLO

Tahun 1964 berdirilah Organisasi Pembebasan Palestina atau yang dikenal PLO (Palestine Liberation Organization) yang diketuai Ahmad as-Syaqeiri. Dalam pendiriannya, Jamal Abdun Naser yang khawatir kehilangan pamor dan kendali dalam Permasalahan Palestina ini memiliki kontribusi yang nyata. Mengingat di Palestina sudah mulai bermunculan gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi bawah tanah, khususnya Gerakan Fatah yang sudah berdiri sejak tahun 1957. Tujuan pendirian PLO ini tiada lain untuk membebaskan Tanah Palestina yang dijajah (Tanah Jajahan) tahun 1948 dengan berpegang teguh pada perjuangan mengangkat senjata sebagai satu-satunya jalan untuk pembebasan Palestina.

Berdirinya PLO mendapatkan tempat dan sambutan hangat dari khalayak Palestina, serta dianggap sebagai wujud penjelmaan Identitas Nasional serta Entitas Palestina yang telah lama raib. Pada tahun 1968 bergabunglah organisasi-organisasi perlawanan Palestina kepada PLO, khususnya Fatah. Sejak 1969 naiklah Yaser Arafat, pemimpin Fatah, sebagai ketua PLO. Tahun 1974 pemerintahan Arab menyatakan PLO sebagai satu-satunya refresentasi Rakyat palestina. Dan pada tahun yang sama, PLO dikukuhkan sebagai anggota pengawas di PBB.

Perang 1967

Perang 1967 adalah kekalahan pahit bagi Pemerintahan Arab. Dalam beberapa hari saja, Zionis mampu mencaplok wilayah-wilayah Palestina yang tersisa. Maka jatuhlah Tepi Barat termasuk Yerussalem Timur dan Jalur Gaza ke tangan Zionis. 330 ribu warga Palestina kemudian diusir. Seperti halnya dataran Golan Syiria (1.150 KM2) dan Sinai Mesir (61.198 KM2) pun berhasil mereka caplok.

Proyek Yahudisasi Palestina

Entitas Zionis dengan gencar terus melanjutkan proyek Yahudisasinya di Bumi Palestina. Mereka berupaya menghilangkan identitas Arab dan Islam serta berbagai rambu-rambu peradaban negeri ini. Mereka menggusur sekitar 96% tanah yang dijajahnya tahun 1948 termasuk tanah-tanah milik rakyat Palestina yang mereka usir, sebagian besar tanah-tanah wakaf Islam, serta tanah-tanah milik orang Arab lainnya. Zionis pun membangun ratusan kota dan pemukiman di atas tanah jajahan 1948 itu. Dan sejak perang 1967 Zionis melakukan penggusuran besar-besaran di Tepi Barat dan dengan rapi mereka menjalankan rencana Yahudisasinya. Maka, dibangunlah 160 pemukiman Yahudi dan ratusan titik Pemukiman-pemukiman Yahudi lainnya. Mereka membangun Tembok Pemisah, membuat ratusan Chek Poin yang memisahkan perkampungan-perkampungan Tepi Barat. Mereka menguasai hampir seluruh sumber mata air dan memblokade Tepi Barat dan Jalur Gaza serta menjadikan keduanya persis seperti penjara besar. Mereka berusaha mengubah kehidupan rakyat Palestina menjadi neraka. Alih-alih mengembalikan rakyat Palestina ke kampung halaman mereka, Zionis justru membuka pintu imigrasi bagi bangsa Yahudi ke Palestina. Maka tercatat antara tahun 1949 sampai 2010 total imigran Yahudi ke Palestina mencapai 3.000.000 orangi. Dan tercatat jumlah Yahudi di Palestina pada tahun 2010 sekitar 6.700.000 jiwa.

Zionis memfokuskan diri pada Proyek Yahudisasi Kota al-Quds (Yerussalem). Maka mereka menguasai 86% wilayah Yerussalem dan mengisinya dengan para imigran Yahudi (tahun 2010 ada sekitar 490.000 orang Yahudi di al-Quds, sementara warga Palestina hanya sekitar 276.000 jiwa saja). Dan di kawasan Timur al-Quds (dimana disitu terletak Masjid al-Aqsha) terdapat sekitar 200.000 pemukim Yahudi dan mereka membentengi wilayah ini dengan pagar pemukiman-pemukiman Yahudi sehingga menjadikan wilayah ini terpisah dari wilayah Arab dan Islam lainnya. Kemudian mereka mendeklarasikan bahwa Yerussalem adalah Ibu Kota Abadi bagi Entitas Zionis. Disamping itu, Yahudi-Zionis pun menguasai Masjid al-Aqsha. Mereka mencaplok Dinding Barat Masjid al-Aqsha (atau terkenal Dinding Buraq), dan menggusur tanah perkampungan Magharibah (Barat) yang bersebelahan dengannya.

Hingga saat ini, Yahudi telah merampungkan sepuluh tahapan pembuatan terowongan di bawah Masjid al-Aqsha dan sekitarnya. Ada 13 terowongan yang sudah selesai, dan 12 terowongan lainnya masih dalam proses penyelesaian. Sudah barang tentu proyek Yahudi ini sangat mengancam robohnya Masjid al-Aqsha, kapan saja. Selain itu, mereka juga membentuk 25 gerombolan teroris Yahudi-Zionis yang menargetkan Yahudisasi al-Aqsha dan membangun Haikal (Kuil) Sulaiman di atas reruntuhannya. Zionis pun telah puluhan kali melakukan upaya-upaya penodaan terhadap Masjid al-Aqsha, khususnya paska Kesepakatan Oslo 1993. yang paling populer adalah peristiwa pembakaran al-Aqsha bulan Agustus 1969.



Bersambung...
[Diterjemahkan oleh Heri Efendi dari Haqaiq wa Tsawabit Fil Qadliyyah falestiniyyah Dr. Muhsin Muhammad Shaleh]  


Tulisan terkait: 

comment 0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger