Berdasarkan syariat Islam dibulan Muharrom terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumu ‘Asyuro, yaitu hari tanggal sepuluh bulan Muharram. Asyuro berasal dari kata ‘asyarah yang artinya sepuluh.
Pada hari Asyuro inilah terdapat sebuah sunnah yang telah diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk dilaksanakan sebagai bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang lebih dikenal dengan istilah shaum Asyuro, atau puasa Asyuro.
1- Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda:
« أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ، صَلاَةُ اللَّيْلِ »
[رواه مسلم وأصحاب السنن. صحيح مسلم، حديث رقم: 202-(1163)]
2- Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata: Dahulu orang-orang Quraisy pada masa jahiliah berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka ketika beliau (Rasulullah saw) datang ke Madinah beliau berpuasa dan memerintahkannya, kemudian ketika telah ditetapkan kewajiban puasa bulan Ramadhan, beliau meninggalkan (perintah wajib) puasa ‘Asyuro, siapa yang berkehendak maka dia berpuasa, dan siapa yang tidak maka dia (boleh) meninggalkannya. (Muttafaq alaih) [9]
2- Abu Qatadah ra meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda:
« وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ »
[رواه مسلم وغيره. صحيح مسلم ، حديث رقم: 196-(1662)]
“Dan puasa hari Asyura, aku berharap kepada Alllah menjadi penghapus dosa selama setahun sebelumnya.” [10]
3- Ibnu Abbas ra berkata:
« مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ J يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ، يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَهَذَا الشَّهْرَ، يَعْنِي: شَهْرَ رَمَضَانَ » [متفق عليه. صحيح البخاري، حديث رقم 2006، صحيح مسلم، حديث رقم: 131-(1132)]
“Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw. mengupayakan untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyuro, dan bulan ini yaitu Bulan Ramadhan.” [11]
4- Ibnu Abbas ra berkata: “Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau menyaksikan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyuro, maka dia berkata: “(Hari) apa ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah selamatkan Bani Isra’il dari musuhnya, karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Rasulullah saw bersabda:
« فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ »
“Saya lebih berhak kepada Musa dari kalian.”
Maka beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa.” [12]
5- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata: “Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan (kaum muslimin) untuk berpuasa, mereka (para shahabat) berkata: ‘Ya Rasulullah! Ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nashrani,’ maka bersabdalah Rasulullah saw.:
« فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلًُ - إِنْ شَاءَ اللهُ- صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ »
“Jika (bertemu) tahun depan, Insya Allah, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (bulan Muharram).”
Namun ternyata tahun depannya Rasulullah sudah meninggal dunia.” [13]
6- Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya juga meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda:
« صُوْمُوا يَوْمَ عَاشُوْراَءَ وَخَالِفُوا فِيْهِ الْيَهُوْدَ، وَصُوْمُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً »
[رواه احمد وابن خزيمة بسند ضعيف. ضعفه الألباني في ضعيف الجامع، رقم: 3506]
“Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi pada masalah ini, berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” [14]
Kesimpulannya adalah: Tidak ada ibadah dalam syariat terkait dengan hari ‘Asyuro, kecuali puasa yang telah diajarkan Rasulullah.
Fase Penetapan Puasa ‘Asyuro
Dari sejumlah riwayat yang ada, dapat disimpulkan bahwa pada masa Rasulullah saw., ketetapan puasa ‘Asyuro memiliki beberapa fase penetapan, yaitu:
Pertama, Rasulullah saw. telah melakukan puasa ‘Asyuro sejak awal sebagaimana orang-orang Quraisy pada masa Jahiliah melakukannya, namun beliau tidak memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.
Kedua, Ketika beliau datang ke Madinah dan mengetahui orang-orang Yahudi juga berpuasa pada hari ‘Asyuro, beliau berpuasa dan memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa juga. Sebagian ulama berpendapat bahwa saat itu puasa ‘Asyuro wajib hukumnya, sebagian lagi menyatakan Sunnah Mu’akkadah (Sunnah yang sangat ditekankan).
Ketiga, Setelah diturunkan kewajiban puasa Ramadhan (tahun 2 H), maka setelah itu beliau beliau tidak memerintahkannya lagi namun juga tidak melarangnya dan membiarkannya sebagai perkara Sunnah. Kebanyakan para ulama menyatakan bahwa saat itu, puasa ‘Asyuro sebagai Sunnah ghoiru mu’akkadah (sunnah yang tidak ditekankan).
Keempat, Diakhir kehidupannya Rasulullah saw. bertekad untuk tidak hanya puasa pada hari ‘Asyuro saja, tetapi juga menyertakan hari lainnya (tangal sembilan), agar berbeda dengan ibadahnya orang Yahudi. [15]
Bagaimana Berpuasa ‘Asyuro?
Ibnu Qoyim dalam kitabnya, Zaadul Ma’ad[16] –Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan tentang urutan puasa ‘Asyuro: Yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh dan sehari sebelum dan sesudahnya (9, 10, dan 11), urutan yang kedua adalah puasa tanggal sembilan dan sepuluhnya dan inilah yang banyak disebutkan dalam hadits, sedang urutan ketiga adalah puasa tanggal sepuluhnya saja.
Terkait dengan dalil yang memerintahkan puasa sebanyak tiga hari (9,10 dan 11) para ulama mengatakan bahwa riwayat Ibnu Abbas (lihat hadits no. 6 dalam pembahasan ini) yang sering dijadikan landasannya adalah dha’if, [17] dan karenanya tidak dapat dijadikan dalil. Akan tetapi pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama dengan dua alasan.
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat, maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a dan ‘Asyuro. [18]
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul Bidh). [19]
Adapun puasa tanggal sembilan dan sepuluh, dinyatakan jelas dalam hadits yang shahih, dimana Rasulullah saw. pada akhir kehidupannya sudah berencana untuk puasa pada tanggal sembilannya. Hanya saja beliau lebih dahulu meninggal. Beliau juga memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada tanggal sembilannya (bersama tanggal sepuluh) agar dapat membedakan diri dari perbuatan orang-orang Yahudi. Bahkan jika seseorang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya, maka setelah tanggal sepuluh, dia disunnahkan berpuasa pada tanggal sebelasnya untuk membedakan dirinya dari puasa orang Yahudi.
Sedangkan puasa tanggal sepuluhnya saja, sebagian ulama menyatakannya makruh, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama lainnya.
Secara keseluruhan dan berdasarkan keumuman hadits-hadits yang ada, puasa ‘Asyuro adalah ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah saw..
0 komentar:
Posting Komentar